Situasi Kemanusiaan Paling Memilukan dan Sanksi Masyarakat Dunia: Pembelajaran dari ICJ
Hamidin
Mantan Deputi Bidang Kerja Sama Internasional BNPT, Pengamat Terorisme
AIR MATA darah serta nyawa yang tercecer serta kebahagiaan menjadi barang langka. Saat kita bangsa Indonesia baru saja melaksanakan pesta demokrasi, memilih putra terbaik menjadi pemimpin bangsa dan wakil rakyat dengan pesta meriah, walaupun ada pertentangan politik atas hitungan persentase kemenangan dan kekalahan, tapi kita tetap berbahagia.
Coba sekarang bandingkan dengan Palestina yang sejatinya juga punya hak hidup damai, hak untuk hidup bahagia, hak untuk hidup layak, makan yang enak dengan tenang, tapi saat ini semua sirna. Sepertinya mereka telah kehilangan totalitas hak-hak hidup dan hak kemanusiaan yang mendasar. Menurut data resmi yang dirilis diberbagai media mainstream, korban meninggal di Gaza meningkat menjadi 29.900 lebih sejak serangan brutal tanpa henti oleh Israel ke Gaza pada 7 Oktober (hingga Kamis, 29 Februari 2024). Sedangkan jumlah yang terluka telah menembus 70.000 orang. Pasukan Israel telah terang-terangan menargetkan setiap titik dan sudut kehidupan di Jalur Gaza. Ini tentu mengerikan.
Kepala badan PBB untuk urusan pengungsi Palestina UNRWA Philippe Lazzarini menegaskan, tidak ada lagi tempat yang aman lagi di Gaza. Sungguh sulit dibayangkan, seorang Lazzari harus membuat daftar permasalahan di Gaza yang berkali-kali disuarakan. Menukil pernyataan Lazzarin, "Berapa kali kita harus mengingatkan kepada dunia akan hal ini? Berbagai penyakit telah menyerang bangsa Palestina di sini. Mereka kelaparan, pasokan pangan terhenti. Rumah sakit yang sejatinya merawat orang sakit berubah menjadi medan perang. 1 juta anak menghadapi trauma setap hari."
Sungguh miris, sementara di luar masyarakat dunia sibuk dengan berbagai persoalan sosial serta pengembangan ekonomi dan politik masing-masing dan kita di Indonesia baru usai dengan pesta demokrasi.
Keputusan Mahkamah Internasional Dipandang Sebelah Mata
Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ) telah memutuskan dan menegaskan mereka berwenang untuk mengambil tindakan sementara terhadap Israel karena melanggar beberapa kewajiban berdasarkan Konvensi Genosida. Putusan tersebut dibacakan oleh kepala ICJ Hakim Joan Donkghue. Diputuskan bahwa pasukan Israel tidak boleh mengambil tindakan (genosida). Israel akan mengambil langkah aktif dan pencegahan serta akan menyalurkan bantuan dan akses kemanusiaan lainnya. Israel juga wajib melaksanakan keputusan-keputusan ICJ tersebut.
Melihat konteks ini, semua negara sebenanya dapat mengambil berbagai langkah untuk melindungi pihak-pihak yang seharusnya dilindungi oleh Konvensi Genosida. Jika kita melihat warga Palestina, mereka adalah kelompok yang harus dilindungi sesuai Pasal 2 Konvensi Genosida tersebut. Serangan Israel terbukti telah menyebabkan banyak kematian, kerusakan insprastruktur sipil, dan pengungsian orang.
Sebanyak 93 persen penduduk Gaza kini menghadapi kelaparan pada tingkat sangat kritis. Anak-anak di Gaza menghadapi trauma serius. Sebanyak 1,4 juta orang saat ini tinggal di tempat penampungan. Selain itu berbagai penyakit menyebar.
Tampaknya sudah satu generasi Palestina terdampak, banyak di antara mereka dibiarkan tanpa ibu dan ayah. Tragedi yang dialami anak-anak sungguh memilukan.
Israel Dikecam Makin Agresif
Kecaman masyarakat Internasional hanya dianggap seperti angin lalu oleh Israel. Dalam sidang ICJ, Tomohiro Mikanagi, direktur jenderal Biro Hukum Internasional Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Jepang, menyuarakan pendapat sangat keras dalam pidatonya. Dia menegaskan, “Aneksasi tanah oleh Israel melanggar hukum internasional”.
Tidak hanya Jepang, Tiongkok pada sidang hari ke-4 di Istana Perdamaian, Den Haag, Belanda, diwakili Ma Xinmin dari biro Hukum Kemlu China, menyampaikan argumen dan kecaman negaranya. Disebutkan, "China terus mendukung perjuangan rakyat Palestina untuk memulihkan hak-hak sah mereka."
Bahkan, Presiden Tiongkok Xi Jinping berkali-kali menekankan bahwa negaranya menyerukan segera terciptanya gencatan senjata yang komprehensif terhadap masalah Palestina.
Ma mengatakan, rakyat Palestina memiliki hak mendasar yang tidak dapat dicabut, untuk terlibat dalam perjuangan bersenjata melawan Israel guna menyelesaikan pembentukan sebuah negara merdeka, berdasarkan hak mereka untuk menentukan nasib dan hidup sendiri.
Dalam berbagai kesempatan Tiongkok menekankan warga Palestina memiliki hak untuk melawan. Ma menegaskan, tindakan warga Palestina bukanlah “terorisme” melainkan “perjuangan bersenjata yang sah”. Dia juga mencatat bahwa sebenarnya sangat penting bagi dunia untuk menerima pendapat negaranya. Tiongkok mendukung perjuangan rakyat Palestina untuk memulihkan hak-hak sah mereka.
Iran juga menekankan hal yang sama. Berbicara atas nama Iran, Reza Najafi, wakil Menteri Hukum dan Urusan Internasional Kemlu Iran, menekankan rakyat Palestina mempunyai hak untuk menentukan masa depan sendiri. Dia berharap ICJ dapat menyelamatkan nyawa ribuan warga Palestina; perempuan dan anak-anak, mengakhiri pendudukan Israel atas tanah Palestina dan melindungi hak hakyat Palestina.
Bagaimana dengan Irak? Seperti halnya Iran, Jepang, dan Tiongkok, Kepala Departemen Hukum Kemlu Irak Hayder Shiya Al Barrak memberikan pernyataan resmi, memohon agar komunitas internasional dan masyarakat dunia agar menghormati keputusan pengadilan sebelumnya yakni menghentikan Israel menjadi mesin pembunuh sistematis rakyat Palestina.
Dia berharap Mahkamah akan membuat keputusan tambahan yang menegaskan untuk diakhirinya pembunuhan massal tersebut, menghentikan intimidasi, blokade, serta tidak membiarkan Palestina dalam kelaparan. Barrak menekankan, Irak sangat prihatin atas penderitaan rakyat Palestina.
Israel telah melakukan tindakan biadab terhadap masyarakat Palestina yang tergolong kejahatan perang. Oleh karena itu Israel harus bertanggung jawab dan dijatuhi hukuman. Barrak meminta Pengadilan untuk mengambil keputusan yang bisa menjamin kehidupan warga Palestina dan memungkinkan mereka menjalani kehidupan yang terhormat dan aman di mana semua hak-hak asasi mereka dilindungi.
Bagaimana Sikap Indonesia?
Tidak tanggung-tanggung, Indonesia sangat mengecam perilaku Israel terhadap rakyat Palestina. Dalam pidato yang berapi-api di ICJ, Menlu RI Retno Marsudi mengatakan sangat jelas Israel tidak mempunyai niat untuk mematuhi tanggung jawab hukum internasionalnya. Tidak ada negara yang boleh diberikan kebebasan untuk melakukan apa pun yang diinginkan terhadap negara yang lebih lemah. Itulah mengapa hukum internasional itu ada.
Sikap keras Indonesia terhadap pengabaian hukum Internasional oleh Israel yang disampaikan Menlu Retno Marsudi direspons dan oleh banyak negara. Narasi 'sengaja mengabaikan' telah menjadi trending dalam diskusi-diskusi keamanan di berbagai negara. Tapi seperti tidak ada takutnya, saran dan masukan komunitas internasional, ketidakpedulian pada dampak situasi politik dan ekonomi global, kecaman, caci maki, dan sanksi hukum masyarakat dunia, bukannya diikuti tapi malah diberi respons sebaliknya oleh Israel.
Anggota kabinet keamanan Israel Benny Gantz justru mengancam bahwa militernya akan memasuki Rafah selama Ramadhan mendatang. Gantz mengatakan jika tidak ada kesepakatan yang dicapai mengenai masalah penyanderaan, tentara Israel akan memasuki Rafah pada Ramadhan ini.
Media Palestina yang berafiliasi dengan Hamas melaporkan Israel melancarkan serangan udara beberapa malam lalu di Jalur Gaza, termasuk kota paling selatan, Rafah. Akibatnya bisa diduga, banyak negara di kawasan yang mènolak dan menentang. Mesir dan Arab Saudi secara terbuka menolak keras serangan ke Rafah.
Menlu Mesir Sameh Shoukry dan Menlu Arab Saudi Faisal bin Farhan Al Saud berbicara di sela pertemuan para menlu G20 di Rio de Janeiro, Brasil. Menurut pernyataan Kemlu Mesir, kedua menteri membahas penolakan mutlak mereka terhadap operasi militer Israel di Rafah dan upaya untuk mengusir paksa warga Palestina dari tanah mereka.
Bagaimana Sikap ICJ?
Mahkamah Internasional menyatakan bahwa situasi di Gaza saat ini sangatlah buruk. Mahkamah Internasional mendesak Israel segera menerapkan tindakan sementara yang efektif. Pengadilan tertiggi PBB itu juga telah mengumumkan keputusannya terkait tindakan baru yang diminta Afrika Selatan.
Dalam keterangan tertulis mengenai keputusannya, ICJ menyatakan enam tindakan pencegahan yang diputuskan Mahkamah pada 26 Januari 2024 berlaku di seluruh Jalur Gaza, termasuk Rafah, serta menyatakan bahwa tindakan pencegahan harus dilaksanakan segera dan efektif. ICJ menggambarkan perkembangan terkini di Jalur Gaza dan khususnya di Rafah sebagai sangat serius.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menegaskan persiapan Israel untuk melakukan serangan darat ke Rafah sebagai mimpi buruk kemanusiaan yang sangat serius. Ini adalah persoalan besar dan mempunyai konsekuensi regional yang tidak bisa digambarkan.
Editor: Anton Suhartono