Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Rusia Sindir AS: Rudal Burevestnik dan Poseidon Bukan Uji Coba Nuklir, Pemahaman Dangkal!
Advertisement . Scroll to see content

Tanggapi Laporan soal Iran, Trump: Intelijen Harus Kembali ke Sekolah!

Kamis, 31 Januari 2019 - 09:35:00 WIB
Tanggapi Laporan soal Iran, Trump: Intelijen Harus Kembali ke Sekolah!
Presiden AS Donald Trump. (Foto: AFP)
Advertisement . Scroll to see content

WASHINGTON, iNews.id - Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyebut segenap petinggi badan intelijen AS "naif" soal Iran. Hal itu dia lontarkan untuk menanggapi laporan menyebut Iran saat ini tidak sedang membuat senjata nuklir.

"Hati-hati soal Iran. Mungkin intelijen harus kembali ke sekolah!" cuit Trump, seperti dilaprkanb BBC, Kamis (31/1/2019).

Cuitan itu muncul setelah laporan intelijen memaparkan bahwa Iran tidak membuat senjata nuklir dan Korea Utara (Korut) 'kemungkinan' tidak akan menyerahkan pasokan senjata dan kemampuan produksi nuklir sepenuhnya.

"Orang-orang intelijen tampaknya sangat pasif dan naif ketika menyangkut bahaya Iran. Mereka salah!"

Iran, lanjutnya, membuat masalah di seluruh Timur Tengah dan di luar kawasan pada 2016, namun berubah "sangat berbeda" sejak AS menarik diri dari kesepakatan nuklir.

"Ketika saya menjadi presiden, Iran membuat masalah di seluruh Timur Tengah, dan dan lainnya. Sejak mengakhiri Kesepakatan Nuklir Iran yang mengerikan, mereka jauh berbeda," sebut Trump.

Trump juga memperingatkan bahwa Iran tetap menjadi sumber bahaya dan konflik, merujuk pada uji coba roket baru-baru ini.

"(Iran) tetap menjadi sumber potensi bahaya dan konflik. Mereka sedang menguji roket (pekanlalu) dan banyak lagi. Ekonomi di sana sekarang ambruk, yang merupakan satu-satunya yang menahan mereka. Hati-hati dengan Iran. Mungkin Intelijen harus kembali ke sekolah!" tambah Trump.

Laporan intelijen bertajuk 'Tinjauan Ancaman Dunia' itu mengungkap bahwa Iran saat ini tidak sedang membuat senjata nuklir, walaupun kemampuan militer yang meningkat dan ambisi regionalnya mungkin akan mengancam kepentingan AS di masa mendatang.

Dalam sesi dengar pendapat di Senat, Direktur CIA Gina Haspel mengatakan Iran secara teknis mematuhi perjanjian nuklir 2015 walau AS menarik diri.

Keputusan penarikan AS dari perjanjian itu dibuat Trump pada 2018 guna mengekang ambisi nuklir Iran. Untuk tujuan itu, Trump juga memerintahkan pengetatan sanksi terhadap Iran.

Apa pernyataan Trump soal Korea Utara?

"Waktu akan bercerita tentang apa yang akan terjadi dengan Korea Utara, namun pada akhir pemerintahan (AS) sebelumnya hubungan sangat buruk dan hal-hal jelek bakal terjadi," tulis Trump.

"Kini ceritanya berbeda sama sekali. Saya menantikan untuk bertemu dengan Kim Jong-un dalam waktu dekat. Kemajuan tengah dilakukan—perbedaan besar!"

Dalam presentasi di hadapan para anggota Senat AS, Direktur Intelijen Nasional, Dan Coats, dan petinggi badan intelijen lainnya memaparkan kepemilikan senjata nuklir sangatlah penting bagi rezim Korut.

"Karena itu Korea Utara kemungkinan tidak menyerahkan pasokan senjata dan kemampuan memproduksi senjata selagi berupaya merundingkan langkah-langkah denuklirisasi parsial guna memperoleh konsesi-konsesi kunci dari AS dan internasional," demikian isi laporan itu.

Trump dijadwalkan bertemu dengan Pemimpin Korut, Kim Jong Un pada Februari mendatang. Namun tanggal dan lokasi pasti belum ditentukan.

Ini merupakan pertemuan kedua setelah tatap muka di Singapura pada Juni 2018 lalu, untuk merundingan denuklirisasi di Semenanjung Korea. Meski demikian, topik itu hanya mengalami sedikit kemajuan sejak pertemuan tersebut.

Apakah ini pertama kali Trump bentrok dengan para kepala intelijen? Tidak.

Tahun lalu, Trump menghadapi hujan kritik dari Partai Demokrat dan Republik setelah membela Rusia atas tuduhan bahwa Rusia mencampuri pemilihan presiden AS pada 2016.

Badan-badan intelijen AS menyimpulkan bahwa pada 2016, Rusia berada di balik upaya membalikkan keadaan dalam pilpres AS sehingga merugikan Hillary Clinton.

Upaya itu, menurut intelijen AS, diwujudkan antara lain dengan melancarkan serangan siber yang direstui Pemerintah Rusia dan menyebar berita bohong alias hoaks pada media sosial.

Namun, ketika bertatap muka dengan Presiden Rusia Vladimir Putin di Helsinki pada Juli 2018, Trump mengatakan tiada alasan bagi Rusia untuk campur tangan.

"Saya bertemu Presiden Putin, dia berkata itu bukan Rusia. Yang saya katakan adalah: Saya tidak melihat alasan apapun mengapa itu demikian," kata Trump, saat itu.

Selang 24 jam kemudian, Trump berkilah bahwa dia salah omong dan sebenarnya berniat berkata bahwa tiada alasan mengapa bukan Rusia yang campur tangan pada Pilpres 2016.

Editor: Nathania Riris Michico

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut