HONG KONG, iNews.id - Pemimpin Hong Kong Carrie Lam menegaskan dirinya tidak pernah berniat mengajukan pengunduran diri ke pemerintah China, setelah krisis politik terus melanda kota itu. Hal itu disampaikan Lam untuk menanggapi laporan Reuters soal rekaman suara berisi pernyataan dirinya akan mundur jika punya pilihan.
Dalam konferensi pers yang disiarkan televisi, Lam mengatakan, China yakin pemerintahannya dapat menyelesaikan krisis tanpa intervensi China daratan. Kini aksi protes sudah berlangsung selama tiga bulan.
Dokter Wanita Ini Dihukum Penjara 30 Tahun karena Mengkritik Presiden di Grup WhatsApp
"Saya tidak pernah mengajukan pengunduran diri," kata Lam, seperti dilaporkan Reuters, Selasa (3/9/2019).
"Alasan saya tidak mengajukan pengunduran diri saya adalah karena saya pikir saya dapat memimpin tim saya untuk membantu Hong Kong keluar dari dilema ini. Saya masih memiliki kepercayaan diri untuk melakukan ini, sehingga kontradiksi bahwa saya benar-benar ingin berhenti tetapi saya tidak dapat berhenti tidak ada."
Ratusan ribu orang turun ke jalan sejak pertengahan Juni untuk mengikuti aksi protes menentang rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi yang kini sudah ditangguhkan. RUU itu memungkinkan para kriminal diesktradisi ke China daratan untuk diadili di pengadilan yang dikendalikan Partai Komunis.
Kerusuhan berubah menjadi seruan yang lebih luas agar Hong Kong yang diperintah China diberi otonomi lebih besar. China menuduh kekuatan asing, khususnya Amerika Serikat dan Inggris, mengobarkan kerusuhan itu.
Pekan lalu, Lam mengatakan kepada para pengusaha bahwa dia menyebabkan malapetaka yang tak termaafkan dengan memperkenalkan RUU ekstradisi. Lam juga mengatakan, jika dia punya pilihan dalam masalah ini, maka dia akan mengundurkan diri dan meminta maaf.
Hal itu terungkap melalui rekaman audio yang bocor, yang diterima Reuters.
Pada Selasa, (3/9/2019), Lam mengaku kecewa rincian pertemuan pribadinya itu bocor.
Siswa sekolah dan universitas Hong Kong pada Selasa akan kembali memboikot kelas dan mengadakan demonstrasi pro-demokrasi. Para pengunjuk rasa menuntut demokrasi secara penuh.
Hong Kong dikembalikan ke China pada 1997 di bawah kebijakan "satu negara, dua sistem" yang menjamin otonomi, termasuk hak untuk protes dan peradilan yang independen.
Namun warga Hong Kong takut kebebasan itu perlahan-lahan terkikis oleh penguasa China.
Editor: Nathania Riris Michico
- Sumatra
- Jawa
- Kalimantan
- Sulawesi
- Papua
- Kepulauan Nusa Tenggara
- Kepulauan Maluku