Trump Umumkan Garda Revolusi Iran sebagai Kelompok Teroris Senin Besok
WASHINGTON, iNews.id - Pemerintahan Presiden Donald Trump dilaporkan berencana memasukkan Garda Revolusi Iran, IRGC, sebagai organisasi teroris dalam langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan kampanye tekanan maksimum Amerika Serikat (AS) kepada Iran.
Menurut sejumlah pejabat, langkah itu diperkirakan akan diumumkan paling cepat pada Senin (8/4) pekan depan. Para kritikus memperingatkan bahwa tindakan serupa bisa dilakukan oleh pemerintah negara lain terhadap pejabat militer dan intelijen AS.
Pengumuman itu akan datang menjelang ulang tahun pertama keputusan untuk menarik diri dari perjanjian nuklir 2015 dengan Iran dan untuk menerapkan kembali sanksi yang melumpuhkan ekonomi Iran.
Keputusan pemerintah AS untuk memasukkan IRGC dalam daftar kelompok teroris ini pertama kali dilaporkan oleh Wall Street Journal. Rencana untuk memasukkan IRGC sendiri sudah muncul selama bertahun-tahun.
AS sudah membuat daftar hitam puluhan entitas dan orang karena berafiliasi dengan IRGC. Namun organisasi itu secara keseluruhan tidak dimasukkan ke dalam daftar hitam.
Pada 2007, Departemen Keuangan AS memasukkan Pasukan Quds IRGC ke dalam daftar hitam. Pasukan Quds IRGC merupakan unit yang bertanggung jawab atas operasi di luar negeri, untuk dukungannya terhadap terorisme, dan digambarkan sebagai sayap utama Iran untuk melaksanakan kebijakannya mendukung kelompok teroris dan pemberontak.
Iran sendiri sudah memperingatkan akan memberikan tanggapan yang "menghancurkan" jika AS melanjutkan langkahnya.
Komandan IRGC Mohammad Ali Jafari memperingatkan pada 2017 bahwa jika Trump melanjutkan langkah tersebut, maka Garda Revolusi akan menganggap tentara AS menjadi seperti ISIS di seluruh dunia.
Ancaman semacam itu sangat tidak menyenangkan bagi pasukan AS di wilayah-wilayah seperti Irak, di mana milisi Syiah yang berada di Iran berada dekat dengan pasukan AS.
Senator Republik Ben Sasse mengatakan langkah itu akan menjadi langkah penting dalam kampanye tekanan maksimum AS melawan Teheran.
"Penunjukan formal dan konsekuensinya mungkin baru, tetapi tukang jagal IRGC ini menjadi teroris sejak lama," kata Sasse, seperti dilaporkan Reuters, Sabtu (6/4/2019).
Mantan wakil menteri luar negeri dan pemimpin negosiator Iran, Wendy Sherman, mengaku khawatir tentang implikasi bagi pasukan AS.
"Orang mungkin bahkan menyarankan, karena sulit untuk melihat mengapa ini menjadi kepentingan kita, jika presiden tidak mencari dasar untuk konflik," kata Sherman, yang adalah direktur Pusat Kepemimpinan Publik di Harvard Kennedy School.
"IRGC sudah sepenuhnya disetujui dan peningkatan ini benar-benar membahayakan pasukan kita di wilayah ini," imbuhnya.
Didirikan setelah Revolusi Islam 1979 untuk melindungi sistem pemerintahan ulama Syiah, IRGC adalah organisasi keamanan paling kuat Iran. Mereka memiliki kendali atas sektor-sektor besar ekonomi Iran dan memiliki pengaruh besar dalam sistem politiknya.
IRGC bertanggung jawab atas rudal balistik dan program nuklir Iran. Irab sudah memperingatkan bahwa dia memiliki rudal dengan jangkauan hingga 2.000 km, menempatkan pangkalan militer Israel dan AS di wilayah tersebut dalam jangkauan tembaknya.
IRGC diperkirakan memiliki militer berkekuatan 125.000 dengan unit tentara, angkatan laut, dan udara serta bertanggung jawab kepada Pemimpin Spiritual Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei.
Belum jelas apa dampak rencana AS memasukkan IRGC sebagai organisasi teroris terhadap aktivitas AS di negara-negara yang memiliki hubungan dengan Iran, termasuk di Irak.
Baghdad memiliki hubungan budaya dan ekonomi yang mendalam dengan Iran dan Oman, di mana AS baru-baru ini membuat kesepakatan pelabuhan strategis.
Pentagon menolak berkomentar dan merujuk pertanyaan ke Departemen Luar Negeri. Sementara Departemen Luar Negeri dan Gedung Putih juga menolak berkomentar terkait laporan ini.
Untuk diketahui, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo selama ini mengadvokasi perubahan kebijakan AS sebagai bagian dari sikap keras pemerintahan Trump terhadap Teheran.
Editor: Nathania Riris Michico