Wabah Bakteri Berbahaya Serang Pasukan Israel di Gaza, Diare Parah hingga Tak Kuat Berperang
TEL AVIV, iNews.id - Bakteri berbahaya menyerang pasukan Israel, khususnya tentara yang ditempatkan di Jalur Gaza, Palestina. Media Israel Yedioth Ahronoth melaporkan, wabah penyakit pencernaan dan keracunan makanan itu berdampak pada kondisi prajurit yang melemah karena diare parah sehingga tak kuat berperang.
Penyakit ini muncul karena banyak restoran dan individu yang menyumbangkan makanan kepada tentara Israel sejak perang Israel dan Hamas di Gaza. Masalahnya, menurut para dokter, cara penyimpanan, transportasi dan persiapan yang buruk menyebabkan makanan terkontaminasi sehingga memicu peningkatan penyakit pencernaan. Banyak tentara menderita gejala keracunan makanan termasuk diare parah dan suhu badan yang tinggi.
"Diare menyebar di kalangan tentara di selatan (Israel), di berbagai wilayah konsentrasi dan menyebar di antara tentara yang berperang di Gaza," kata Kepala Unit Penyakit Menular di Rumah Sakit Universitas Assuta Ashdod Dokter Tal Bros, dikutip dari Middle East Monitor, Rabu (6/12/2023).
"Kami mendiagnosis infeksi bakteri Shigella yang menyebabkan disentri, penyakit sangat berbahaya yang menyebar di kalangan tentara di Gaza."
Tal Brosh mengatakan, infeksi bakteri Shigella terjadi melalui kontak langsung antarindividu atau melalui makanan. Wabah penyakit ini berdampak pada kondisi prajurit dan operasi tempur di Gaza. Para tentara Israel terancam tidak mampu lagi untuk berperang, bahkan terkena risiko kematian.
"Jika infeksi menyebar di antara 10 tentara di kompi infanteri dan mereka mengalami demam setelah suhu tubuh mencapai 40 derajat Celsius dan mereka mulai mengalami diare setiap 20 menit, maka mereka tidak lagi sehat untuk berperang dan terkena risiko kematian," katanya.
Para dokter di Gaza juga melaporkan penyebaran penyakit menular yang cepat di wilayah tersebut. Kondisi ini disebabkan kepadatan penduduk menyusul warga sipil yang mengungsi akibat serangan Israel.
Dikutip dari Anadolu, para dokter di Rumah Sakit Nasser di kota Khan Younis di Gaza selatan mengatakan kepada media The Independent pada Senin kemarin, kurangnya vaksin penting untuk bayi baru lahir mempercepat penyebaran penyakit di rumah sakit. Para dokter tak hanya menghadapi penyakit menular, tapi juga banyak korban jiwa akibat serangan gencar dari Israel.
"Lingkungan sekitar rumah sakit dipenuhi dengan penyakit menular seperti infeksi jamur, infeksi kulit, pneumonia dan masalah epidemiologi," kata salah satu dokter, Asem Mohammed.
Peralatan medis yang kurang serta terbatasnya akses terhadap air bersih semakin memperburuk situasi. Dokter Yousef Adnan mengatakan, karena terbatasnya akses terhadap air bersih, mereka merawat ribuan orang yang menderita diare setiap hari. Dia menyebut situasi di rumah sakit saat ini sebagai bencana.
Dirjen WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus di media sosial pada Minggu, 3 Desember 2023, menggarisbawahi betapa mengerikannya konflik yang sedang berlangsung dan pengeboman besar-besaran di Gaza. Pasien di rumah sakit terus bertambah melebihi kapasitasnya.
"Kemarin tim kami mengunjungi Rumah Sakit Medis Nassar di selatan (Gaza). Rumah sakit tersebut dipenuhi oleh 1.000 pasien, tiga kali lipat dari kapasitasnya. Banyak orang yang mencari perlindungan, memenuhi setiap sudut fasilitas," tulisnya.
"Pasien menerima perawatan di lantai, berteriak kesakitan. Kondisi ini sangat tidak memadai, tidak terbayangkan untuk penyediaan layanan kesehatan. Saya tidak dapat menemukan kata-kata yang cukup kuat untuk mengungkapkan keprihatinan kami atas apa yang kami saksikan. Gencatan senjata sekarang juga," tulisnya.
Sementara juru bicara UNICEF James Elder dalam konferensi pers PBB di Jenewa, pada Selasa kemarin memperingatkan, apa yang dinyatakan Israel sebagai zona aman di Gaza tidak memenuhi persyaratan zona aman, justru berisiko menjadi zona penyakit.
"Tanpa air, tanpa sanitasi, tanpa tempat berlindung, apa yang disebut sebagai zona aman berisiko menjadi zona penyakit," kata James Elder.
"Dalam konteks yang disebut zona aman saat ini, hal tersebut tidak bersifat ilmiah. Hal tersebut tidak rasional. Hal tersebut tidak mungkin terjadi."
Dia mengingatkan, zona aman seharusnya memiliki sumber daya yang cukup untuk bertahan hidup, termasuk fasilitas medis, air dan makanan.
"Jadi itu bukan zona aman, Ini hanya bebas dari pengeboman karena beberapa zona belum terbebas dari pengeboman," katanya.
Israel melanjutkan serangan militer di Jalur Gaza pada Jumat lalu setelah berakhirnya gencanatan jeda kemanusiaan selama seminggu dengan Hamas, Palestina. Setidaknya 15.899 warga Palestina gugur dan lebih dari 42.000 lainnya terluka dalam serangan udara dan darat tanpa henti di wilayah tersebut sejak 7 Oktober. Sementara korban dari pihak Israel dalam serangan Hamas mencapai 1.200 orang, menurut angka resmi.
Editor: Maria Christina