Apa Itu First Mile dan Last Mile yang Sering Jadi Masalah Pengguna KRL dan Transjakarta
JAKARTA, iNews.id - Apa itu first mile dan last mile yang sering jadi masalah pengguna KRL dan Transjakarta? Pertanyaan ini sering muncul di benak masyarakat urban, terutama mereka yang setiap hari bergantung pada transportasi umum untuk berangkat kerja, kuliah, atau aktivitas harian lainnya.
Kedua istilah ini kerap disebut dalam konteks sistem transportasi terintegrasi karena menjadi titik krusial yang menentukan kenyamanan dan efisiensi perjalanan.
Namun sayangnya, hingga kini masih banyak pengguna KRL maupun Transjakarta yang merasakan kesulitan di tahap awal dan akhir perjalanan mereka akibat belum optimalnya penanganan masalah first mile dan last mile di kota-kota besar seperti Jakarta.
Secara sederhana, first mile adalah jarak atau tahapan perjalanan seseorang dari titik awal (seperti rumah atau tempat kerja) menuju simpul transportasi utama, misalnya stasiun KRL atau halte Transjakarta.
Sementara last mile merupakan tahap terakhir dari perjalanan, yaitu dari simpul transportasi menuju ke lokasi tujuan akhir.
Contohnya, ketika seseorang berjalan kaki atau naik ojek dari rumah menuju stasiun, itu disebut fase first mile. Setelah menaiki KRL dan turun di stasiun tujuan, perjalanan dari sana ke kantor atau kampus disebut tahap last mile.
Kedua segmen ini terlihat sepele, tetapi justru menjadi faktor paling menentukan apakah masyarakat mau menggunakan transportasi umum atau tidak.
Pentingnya kedua konsep ini tak bisa dilepaskan dari upaya pemerintah dalam mendorong masyarakat untuk beralih ke transportasi publik. Tanpa akses yang mudah, orang akan cenderung memilih kendaraan pribadi karena lebih praktis. Ini menyebabkan kemacetan, polusi udara, dan meningkatnya biaya ekonomi akibat waktu tempuh yang panjang.
Untuk menciptakan sistem transportasi massal yang benar-benar efisien, konektivitas antarmoda harus menyeluruh, bukan hanya fokus pada jalur utama seperti rel KRL atau koridor Transjakarta. Artinya, pengguna harus merasa dimudahkan sejak mereka meninggalkan rumah hingga tiba di tujuan akhir dengan lancar dan tanpa hambatan.
Bagi para pengguna KRL, tantangan paling besar biasanya adalah akses menuju stasiun. Masih banyak kawasan padat penduduk yang tidak memiliki sarana transportasi pengumpan (feeder) memadai. Akibatnya, mereka harus berjalan kaki jauh, atau mengandalkan ojek pangkalan dan ojek online, yang berarti menambah waktu dan biaya perjalanan.
Kondisi trotoar di sekitar stasiun juga sering kali menjadi keluhan. Banyak trotoar rusak atau digunakan pedagang kaki lima sehingga pejalan kaki tidak merasa aman dan nyaman. Di sisi lain, fasilitas parkir sepeda yang terbatas membuat orang enggan bersepeda ke stasiun, padahal ini bisa menjadi solusi efektif.
Sementara untuk segmen last mile, masalahnya serupa. Stasiun KRL yang jauh dari pusat perkantoran membuat pengguna perlu kembali mencari transportasi lanjutan, kadang harus antre lama di ojek online atau mikrolet. Ketidaktersediaan transportasi pendukung di jam-jam sibuk menyebabkan penumpukan dan keterlambatan.