Forum Doktor Dorong Pembentukan UU Restorative Justice, Ini Alasannya
TANGSEL, iNews.id - Penerapan restorative justice (RJ) belakangan ini perlu diperkuat undang-undang (UU) yang mengaturnya. Sementara ini, pelaksanaanya dinilai masih parsial karena hanya mengacu pada peraturan yang ada di beberapa institusi seperti polisi, kejaksaan, Kementerian Hukum dan HAM serta Mahkamah Agung.
Praktik penegakan hukum dengan mengadopsi prinsip RJ dalam menyelesaikan suatu perkara pidana sudah dilakukan di semua institusi penegakan hukum, baik Mahkamah Agung, Kejaksaan Agung, Kepolisian Republik Indonesia maupun Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia.
Restorative justice atau keadilan restoratif merupakan prinsip penyelesaian perkara dengan lebih menekankan pemulihan kembali daripada menuntut adanya hukuman dari pengadilan. Upaya itu mengacu pada Peraturan Polri Nomor 8 Tahun 2021 dan juga Peraturan Jaksa Agung Nomor 15 Tahun 2020.
Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta, Reda Manthovani turut memaparkan pelaksanaan restorative justice yang kini terus berjalan di masing-masing institusi. Dia mengapresiasi ide pembentukan UU Restorative Justice demi kepentingan masyarakat luas.
"Ini namanya ide, wacana, terserah Forsiladi (Forum Silaturahmi Doktor se-Indonesia) mau dikirim ke DPR, Baleg. Karena ini terkait bukan masalah kepentingannya kepolisian, bukannya kepentingan kejaksaan atau peradilan, tapi ini kepentingannya negara dan bangsa, masyarakat, rakyat yang terlibat permasalahan hukum sehingga tidak berlarut-larut," ucapnya dalam kegiatan kuliah umum soal restorative justice di Aula Fisip Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Ciputat Timur, Tangerang Selatan, Rabu (18/1/23).
"Diharapkan proses itu, tata cara tersebut oleh Forsiladi diharapkan menjadi sebuah undang-undang, diatur dalam undang-undang. Tidak diatur menurut aturan secara parsial, melalui peraturan kepolisian, peraturan kejaksaan maupun mahkamah agung. Beda-beda nanti. Kalau diatur dalam undang-undang, itu jadi hukum acara tersendiri," ucapnya.
Dia juga menjelaskan jika selama tahun 2022 saja kejaksaan telah menerapkan RJ pada 1.454 perkara. Dengan langkah itu, pengeluaran keuangan negara bisa lebih efisien. Bahkan secara otomatis akan turut menekan jumlah penghuni penjara yang overkapasitas.
"Karena saat ini Lapas ini kapasitasnya penuh, 500 persen, udah overload. Dengan mengaktifkannya restoratif justice ini maka diharapkan beberapa tahun ke depan menurun," ujarnya.