Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : 3 Jalur Alternatif Jakarta-Citayam: Rute, Waktu Tempuh dan Caranya
Advertisement . Scroll to see content

Kisah Belanda Atasi Banjir di Pusat Kota Batavia, Cikal Bakal Berdirinya Pintu Air Manggarai

Selasa, 03 Januari 2023 - 08:33:00 WIB
Kisah Belanda Atasi Banjir di Pusat Kota Batavia, Cikal Bakal Berdirinya Pintu Air Manggarai
Pintu Air Manggarai merupakan salah satu upaya pemerintah Hindia Belanda mengatasi banjir di pusat kota Batavia atau Jakarta saat ini. (Foto: Antara)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Pemerintahan Hindia Belanda di Batavia sempat lumpuh akibat banjir yang melanda kawasan Weltevreden di akhir abad ke-18. Saat itu hujan terus mengguyur selama 21 hari tanpa berhenti.

Weltevreden merupakan tempat tinggal utama orang-orang Eropa di pinggiran Batavia yang berjarak 10 kilometer dari Batavia lama ke arah selatan. Letaknya kini berada di sekitar Sawah Besar, Jakarta Pusat yang membentang dari RSPAD Gatot Subroto hingga Museum Gajah.

Banjir Weltevreden juga membuat perkantoran dan permukiman warga di kawasan Menteng hingga Pasar Baru tutup dan transportasi trem terganggu. Harga bahan pokok melonjak karena permintaan meningkat disertai kurangnya suplai barang.

Menjelang awal abad ke-19, banjir tahunan kembali terjadi. Nyaris merata di setiap permukiman warga di luar Weltevreden sebagai pusat kota di Batavia. Restu Gunawan dalam buku "Gagalnya Sistem Kanal, Pengendalian Banjir Jakarta dari Masa ke Masa (2010)" menyebut ketika banjir besar melanda tahun 1918, kondisi warga Jakarta makin mengenaskan. Tidak hanya banjir, wabah kolera juga terjadi sekitar 6-8 orang masuk rumah sakit setiap harinya.

Banjir tahun 1918 itu merupakan banjir terbesar yang pernah melanda Jakarta. Penyebabnya karena pembalakan liar di hulu atau kawasan Bogor. Air tak terkendali hingga masuk Jakarta. Korban jiwa berjatuhan.

Jengah dengan banjir, Wali Kota Batavia kemudian mengadakan rapat dewan kota pada 18 Februari 1918. Anggaran 500.000 gulden diajukan ke Gubernur Jenderal untuk menangani banjir dengan membuat kanal dan pintu air. Ini merupakan cikal bakal pembangunan Pintu Air Manggarai.

Ide pembangunan kanal sebenarnya telah muncul dari Insinyur Herman van Breen di tahun 1912. Namun, karena Batavia maupun Hindia Belanda tak memiliki uang, pembangunan baru dilakukan tahun 1918.

“Mungkin saat itu uangnya baru terkumpul,” kata Budayawan dan Sejarawan Chandrian Attahiyat.

Saat pembangunan dirancang, Pemkot Batavia ingin melakukan pembuangan air sehingga tak masuk ke Weltevreden. Karena itu, selain diperlukan penutupan saluran air, kanal atau sungai buatan diperlukan untuk membuang air.

Di tahun itu juga pembangunan dikerjakan. Aliran air di Kalimalang (kini Banjir Kanal Barat) diperluas dan diperpanjang dari kawasan Manggarai, Jakarta Selatan hingga Tubagus Angke, Jakarta Barat melintasi Pejompongan, Tanah Abang hingga Tambora.

Setahun setelah pembangunan kanal selesai, van Breen diangkat menjadi anggota dewan kota mengawasi pembangunan pintu air oleh Departement Waterstaat (Kementerian PUPR-nya Hindia Belanda) tahun 1920 dan selesai 1922.

“Konsepnya sederhana, menahan air tak masuk ke Weltevreden karena kawasan elite dan pusat pemerintahan Hindia Belanda. Maka diperlukan pembuangan melalui kanal,” kata Chandrian.

Lewat Pintu Air Manggarai, aliran air dapat dikendalikan. Air dari Banjir Kanal Timur dapat terbagi menuju BKB atau Kali Ciliwung Lama. Peran petugas operator pintu menjadi sentral karena salah buang dan tak cermat Jakarta bisa banjir.

Berkontribusi terhadap penanggulangan banjir Jakarta, sebuah prasasti berukuran 60x40 meter berbahasa Belanda dibangun di pintu air utara dibuat menghormati van Breen.

Kini diumurnya yang mendekati satu abad, Pintu air Manggarai masih memiliki peran penting. Tanpanya, banjir di tahun 1930, 1942, 1976, 2004, 2007 hingga 2019 di Jakarta bisa lebih buruk dan lama.

Untuk mengatasi manajemen air di sana, Pemprov DKI terus melakukan terobosan. Selain penyekatan sampah sebelum masuk Manggarai, DKI selalu menyiagakan sejumlah alat berat di bibir kali.

“Fungsinya agar aliran air tetap lancar,” kata Plt Wali Kota Jakarta Selatan Isnawa Adji.

Pihaknya selalu concern terhadap masalah sampah di Manggarai. Tanpa alat berat, pengangkutan sampah bisa dilakukan hingga berhari-hari, bahkan 1-2 minggu. Setelah penyekatan sampah di Manggarai berkurang, pengangkutan sampah di pintu air Manggarai hanya sekitar enam jam.

Editor: Rizal Bomantama

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut