Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Pramono Sebut Jakarta Tetap Jadi Pusat Ekonomi Nasional: Investasi Naik Jadi Rp204,13 Triliun
Advertisement . Scroll to see content

Kisah Fatahillah Ubah Nama Sunda Kelapa Jadi Jayakarta, Ini Artinya

Rabu, 09 Februari 2022 - 06:49:00 WIB
Kisah Fatahillah Ubah Nama Sunda Kelapa Jadi Jayakarta, Ini Artinya
Pelabuhan Sunda Kelapa di Jakarta Utara menjadi cikal bakal Jakarta yang dahulu diberi nama Sunda Kelapa sebelum berganti menjadi Jayakarta. (Foto: MPI)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Pelabuhan Sunda Kelapa yang berada di ujung utara Jakarta memiliki luas 631.000 meter persegi dan luas perairan 12.090.000 meter persegi. Alur pelabuhannya sepanjang 2 mil dan lebar 100 meter persegi dibatasi dengan beton.

Nama Sunda Kelapa sekarang hanyalah nama salah satu pelabuhan di Jakarta. Namun daerah ini sangat penting karena desa di sekitar Pelabuhan Sunda Kelapa merupakan cikal bakal kota Jakarta yang hari jadinya ditetapkan pada tanggal 22 Juni 1527.

Saat itu, Sunda Kelapa merupakan bagian dari Kerajaan Sunda yang beribukota di Pakuan Pajajaran atau Pajajaran (sekarang kota Bogor) yang kemudian direbut oleh pasukan Demak dan Cirebon. Walaupun hari jadi Jakarta baru ditetapkan pada abad ke-16, sejarah Sunda Kelapa sudah dimulai jauh lebih awal, yaitu pada zaman pendahulu Kerajaan Sunda, kerajaan Tarumanagara.

Nama Pelabuhan Sunda Kelapa termahsyur sejak abad ke-12 masehi. Pada masa itu pelabuhan ini sudah dikenal sebagai pelabuhan lada milik kerajaan Hindu Sunda terakhir di Jawa Barat, Pakuan Pajajaran yang berpusat di sekitar Kota Bogor sekarang.

Para pedagang nusantara kerap singgah di Sunda Kelapa di antaranya berasal dari Palembang, Tanjungpura, Malaka, Makasar, dan Madura. Bahkan kapal-kapal asing dari Cina Selatan, Gujarat/ India Selatan, dan Arab sudah berlabuh di pelabuhan ini.

Kapal itu membawa barang-barang seperti porselen, kopi, sutra, kain, wangi-wangian, kemenyan, kuda, anggur, dan zat warna untuk ditukar dengan lada dan rempah-rempah yang menjadi komoditas unggulan pada saat itu.

“Para pelaut China menyebut Sunda Kelapa dengan nama Kota Ye-cheng yang berarti kota Kelapa. Hal ini kemungkinan disebabkan banyaknya pohon kelapa yang tumbuh di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa kala itu,” ujar budayawan Ridwan Saidi.

Bangsa Eropa pertama asal Portugis di bawah pimpinan de Alvin tiba pertama kali di Sunda Kelapa dengan armada empat buah kapal pada tahun 1513, sekitar dua tahun setelah menaklukkan Kota Malaka di Malaysia. Mereka datang untuk mencari peluang perdagangan rempah-rempah dengan dunia barat. Karena dari Malaka mereka mendengar kabar Sunda Kelapa merupakan pelabuhan lada yang utama di kawasan ini.

"Menurut catatan perjalanan Tome Pires pada masa itu Sunda Kelapa merupakan pelabuhan yang sibuk namun diatur dengan baik," ucapnya.

Beberapa tahun kemudian Portugis datang kembali di bawah pimpinan Enrique Leme dengan membawa hadiah bagi Raja Sunda Pajajaran. Mereka diterima dengan baik.

Pada tanggal 21 Agustus 1522 ditandatangani perjanjian antara Portugis dan Kerajaan Sunda Pajajaran. Perjanjian diabadikan pada prasasti batu Padrao yang kini dapat dilihat di Museum Nasional.

"Dengan perjanjian tersebut Portugis berhak membangun pos dagang dan benteng di Sunda Kelapa. Pajajaran berharap Portugis dapat membantu menghadapi serangan kerajaan-kerajaan Islam seperti Demak dan Cirebon seiring dengan menguatnya pengaruh Islam di Pulau Jawa yang mengancam keberadaan Kerajaan Hindu Sunda Pajajaran," tuturnya.

Pada tahun 1527 armada kapal Portugis kembali di bawah pimpinan Francesco de Sa dengan persiapan untuk membangun benteng di Sunda Kelapa. Ternyata gabungan kekuatan muslim Cirebon dan Demak berjumlah 1.452 prajurit di bawah pimpinan Fatahillah, sudah menguasai Sunda Kelapa.

"Sehingga pada saat berlabuh, armada Portugis diserang dan berhasil dikalahkan. Atas kemenangannya terhadap Kerajaan Sunda Pajajaran dan Portugis, pada tanggal 22 Juni 1527 Fatahillah mengganti nama kota pelabuhan Sunda Kalapa menjadi Jayakarta yang berarti kemenangan yang nyata," ujarnya.

Kedatangan Belanda di Jayakarta

Armada kapal asal Belanda dibawah pimpinan Cornelis de Houtman tiba pertama kali di Sunda Kelapa (Jayakarta) pada 13 November 1596 dengan tujuan yang sama, mencari rempah-rempah. Rempah-rempah pada saat itu menjadi komoditas unggulan di Belanda karena berbagai khasiatnya seperti obat, penghangat badan, dan bahan wangi-wangian.

Para pedagang Belanda (yang kemudian tergabung dalam VOC) pada tahun 1610 mendapat sambutan hangat dari Pangeran Jayawikarta atau Wijayakarta, penguasa Jayakarta yang merupakan pengikut Sultan Banten. Mereka membuat perjanjian di mana Belanda diijinkan membangun gudang dan pos dagang yang terbuat dari kayu di sebelah timur muara Sungai Ciliwung.

Melihat potensi pendapatan yang tinggi dari penjualan rempah-rempah di negara asalnya, VOC mengingkari perjanjian. Bangunan gudang yang terbuat dari kayu tersebut dibangun kembali dengan material yang kuat dan mendirikan pos dagang sekaligus benteng di selatan Pelabuhan Sunda Kelapa pada tahun 1613.

Kemudian pada tahun 1618, Belanda membangun benteng. Benteng ini selain berfungsi sebagai gudang penyimpanan barang, juga digunakan sebagai benteng perlawanan dari pasukan Inggris yang juga berniat untuk menguasai perdagangan di Nusantara. Benteng tersebut dibangun kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa.

“Pada tahun 1839 di lokasi ini didirikan Menara Syahbandar (Uitkijk atau outlook post) yang berfungsi sebagai kantor pabean, atau pengumpulan pajak dari barang-barang yang diturunkan di pelabuhan,” ucap Ridwan.

Editor: Rizal Bomantama

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut