Sejarah Pos Bloc Jakarta, dari Kantor Pos Belanda hingga Tempat Nongkrong Anak Muda
JAKARTA, iNews.id - Sejarah Pos Bloc Jakarta dibahas dalam artikel ini. Sebelum menjadi tempat nongkrong, Pos Bloc merupakan kantor pos yang didirikan gubernur Jenderal VOC, Gustaaf W Baron van Imhoff pada 26 Agustus 1746.
Gedung Pos Bloc berdiri di Jalan Pos Nomor 2, Pasar Baru, Jakarta Pusat. Saat itu gedung bernama Weltevreden.
Alasan VOC memilih Pasar Baru karena strategis serta berdekatan dengan pusat pemerintahan Istana Gubernur Jenderal yang saat ini menjadi Istana Kepresidenan Republik Indonesia. Tempa itu bisa menjadi alternatif orang-orang untuk mengirim surat lebih cepat.
Pada saat itu, Pos Bloc dimanfaatkan sebagai tempat pengiriman barang perdagangan, perkantoran, dan surat privat keluarga. Pada 1800-an, VOC bangkrut sehingga Pos Bloc beroperasi menjadi kantor pos pemerintah Hindia Belanda.
Pos Bloc mengalami renovasi pada 1913. Gedung dirancang oleh arsitek Belanda, Van Hoytema. Rancangannya menggunakan gaya arsitektur Art Deco yang dipengaruhi aliran Art and Craft pada detail interiornya.
Dalam perjalanannya, gedung Pos Bloc empat kali berganti nama. Buku berjudul 'Gedung Tua di Jakarta' terbitan Dinas Museum dan Sejarah Pemerintah DKI Jakarta menyebut, gedung ini pada awalnya dikenal dengan PTT atau Kantor PTT. Sebutan ini dikenal sejak zaman penjajahan sampai 1945.
Pada masa revolusi, Gedung PTT berubah menjadi Kantor Pos dan Telegraf Pasar Baru, kemudian berganti lagi menjadi Kantor Pos Kawar Pasar Baru.
Kemudian pada 1963, Presiden Soekarno meletakkan batu pertama pembangunan gedung pos baru yang disebut Gedung Pos Ibukota (GPI) yang juga disebut Kantor Pos Ibu Kota Jakarta Raya.
Gedung Pos dan Giro Pasar Baru lalu ditetapkan sebagai cagar budaya atau bangunan tua yang dilindungi pada 1999. Kemudian pada 2021, bangunan direvitalisasi menjadi ruang wisata dan kreasi publik, diberi nama Gedung Filateli atau Gedung Kantor Pos.
Direktur Utama PT Pos Properti Indonesia Handriani Tjatur Setijowati mengatakan, Pos Bloc menjadi bangunan bersejarah yang orisinal. Oleh karena itu dia berharap bangunan ini bisa diterima anak muda serta menghidupkan kembali suasana Pos Indonesia.
Editor: Anton Suhartono