Senja Kala Wisata Malam Jalan Jaksa
JAM di ponsel ketika itu menunjukkan pukul 01.40 WIB, Selasa (6/3/2018). Meski sudah lewat tengah malam, aktivitas manusia masih saja terdengar ingar-bingar di Kafe Equal Park (EP). Cahaya temaram dibalut hentakan musik reggae menawarkan atmosfer duniawi begitu kental kepada para pengunjung kafe yang terletak di Jalan Jaksa, Kelurahan Kebon Sirih, Menteng, Jakarta Pusat itu.
Beberapa kursi di Kafe EP malam itu tampak diisi oleh turis-turis asing. Ada yang berkulit putih, ada pula yang berwajah khas Afrika. Tak lupa, sambil menenggak minuman berbuih dari gelas kaca, manusia-manusia itu sesekali terlihat menggerakkan kepala dan badan mereka mengikuti irama musik yang dibawakan para musisi muda pengisi acara di kafe tersebut.
Oleh sebagian kalangan wisatawan mancanegara (wisman) yang pernah bertandang ke Jakarta, nama Jalan Jaksa tentu sudah tak asing. Kawasan ini dari dulu memang dikenal sebagai salah satu tempat bersantai para “bule” (sebutan umum orang Indonesia untuk turis berkulit putih—red) yang tengah menghabiskan waktu luang di Ibu Kota.
Suasana Kafe Equal Park (EP) di Jalan Jaksa, Jakarta Pusat, Selasa (6/3/2018). Tempat minum ini menjadi satu dari sedikit kafe yang masih bertahan di kawasan itu.
Hingga 2016, Jalan Jaksa setidaknya masih menjadi tujuan favorit bagi para backpacker alias turis-turis yang bepergian dengan hanya berbekal ransel. Para bule biasanya mudah ditemukan berkeliaran di jalan sepanjang 400 meter itu setiap hari. Jika malam tiba, suasana pun terasa makin bersemarak oleh kelap-kelip lampu aneka warna yang terpancar dari kafe-kafe di kawasan itu.
Namun, Jalan Jaksa kini sejatinya tak seperti dulu lagi. Jika dua tahun lalu kafe dan bar yang menjamur di sepanjang jalan itu masih berlomba-lomba menawarkan kehidupan malam, pemandangan sekarang justru terlihat berbeda. Beberapa kafe di sana sudah berhenti beroperasi. Sebagian lagi ada pula dipasangi spanduk bertuliskan “(bangunan ini) dijual” atau “dikontrakkan”.
“Beberapa tahun terakhir memang banyak kafe dan bar di sini yang tutup. Tapi saya tidak tahu persis apa alasan di balik penutupan tempat-tempat itu,” tutur salah satu pramusaji Kafe EP, Rina, kepada iNews.id.
Selain Kafe EP, Memories Cafe juga termasuk salah satu di antara sedikit kafe yang masih bertahan di Jalan Jaksa saat ini. Ketika berkunjung ke sana, kemarin, iNews.id mendapati kafe tersebut masih dikunjungi sejumlah turis kulit putih. Namun, usia restoran itu pun sepertinya tidak akan berlangsung lebih lama lagi. Sebab, di bagian depan bangunannya kini telah dipasangi alat peraga bertuliskan “dijual”.
Suasana Memories Cafe di Jalan Jaksa, Selasa (6/3/2018). Tampak di bagian atas bangunan kafe ini telah terpasang spanduk bertuliskan "dijual".
Pemilik Memories Cafe, Helmi (60) mengungkapkan, kafe yang dia kelola tersebut sudah beroperasi sejak 35 tahun silam. Adapun bangunan yang digunakan sebagai tempat bisnis restoran itu merupakan warisan dari orang tuanya. Saat ini, kata dia, ada keinginan dari para ahli waris yang lain untuk menjual aset milik keluarga itu.
“Jumlah ahli waris di keluarga kami ada empat orang. Saya yang paling kecil (umurnya). Kami bersaudara sepakat untuk menjual bangunan kafe ini. Hasil penjualannya nanti akan dibagi-bagi,” ungkap Helmi, Senin (5/3/2018).
Dia menuturkan, jumlah pengunjung yang datang ke kafenya sejauh ini masih terbilang normal. Tidak ada peningkatan maupun penurunan signifikan dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Kebanyakan turis yang bertandang ke Memories Cafe berasal dari negara-negara Eropa seperti Jerman, Prancis, Inggris, Belanda, dan Italia.
Di kalangan bule backpacker yang pernah ke Jakarta, kata Helmi, nama Memories Cafe memang cukup terkenal. Bahkan, ada beberapa di antara mereka secara rutin menyambangi kafe itu. "Bule-bule yang sudah jadi pelanggan saya paling enggaknya datang ke mari (Memories Cafe) dua kali setahun," ujarnya.
Tidak sekadar menyambangi kafe, sebagian turis biasanya juga menyempatkan diri bermalam di tempat-tempat penginapan yang terdapat di Jalan Jaksa. Harga sewa yang terjangkau dan kebersihan kamar menjadi alasan utama mereka memilih menginap di kawasan itu. Bahkan, kata Helmi, beberapa wisatawan asing yang menjadi pelanggan Memories Cafe mengaku senang bermalam di Jalan Jaksa lantaran di situ mereka bisa leluasa berbaur dan berkomunikasi dengan penduduk setempat.
“Ada pelanggan bule yang nanya kenapa saya jual kafe ini. Mereka jadi sedih, karena udah kadung jatuh cinta sama (Kafe) Memories dan Jalan Jaksa,” tutur lelaki kelahiran 1957 itu.