Senja Kala Wisata Malam Jalan Jaksa
Bangunan bekas tempat hiburan lain di Jalan Jaksa yang kini telah ditutup dan dijual oleh pemiliknya.
Menurut Helmi, kunjungan wisman ke Jalan Jaksa biasanya cenderung meningkat antara Mei hingga medio Desember. Pada periode tersebut, tempat-tempat penginapan di kawasan itu nyaris terisi penuh oleh para turis. Sementara, mulai pekan terakhir Desember hingga April, pengunjung yang datang ke Jalan Jaksa menjadi relatif sepi. Tren kunjungan semacam itu, kata Helmi, sangat dipengaruhi oleh siklus musim panas dan musim dingin di negara-negara Eropa.
“Peak season (puncak) kunjungan wisatawan asing ke sini (Jalan Jaksa) terjadi ketika di Eropa sedang musim panas. Sementara, saat di sana mengalami musim dingin, yang datang ke sini tidak seberapa,” aku Helmi.
Dia mengatakan, ada beberapa kafe yang dulu pernah berjaya di Jalan Jaksa, tapi kini sudah berhenti beroperasi atau pindah ke lokasi lain. Di antaranya adalah Obama Cafe, Papa's Cafe, Ali's Bar, dan KL Village. Namun, dia menampik jika tutupnya kafe-kafe itu disebabkan semakin sepinya turis yang mampir ke Jalan Jaksa.
Obama Cafe pindah ke Jalan Falatehan Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, setelah bangunan lama restoran itu di Jalan Jaksa dibeli oleh Hotel Morissey. Sementara, pengelola Ali's Bar memutuskan untuk memindahkan bisnisnya ke kawasan Cibubur. Keputusan itu diambil karena KPPD (Koperasi Pegawai Pemerintah Daerah) DKI Jakarta selaku pemilik gedung yang ditempati Ali’s Bar menaikkan harga sewa properti itu.
Lain halnya dengan KL Village. Menurut Helmi, kafe tersebut terpaksa ditutup karena memang sudah bangkrut. Menurut informasi yang beredar, kata Helmi, kebangkrutan yang dialami kafe itu disebabkan mismanagement atau kesalahan tata kelola usaha oleh pemiliknya. “Jadi, tutupnya beberapa kafe di sini dilatarbelakangi oleh kasus yang berbeda-beda,” ujarnya.
.jpg?1520290311516)
Seorang warga yang bermukim di Jalan Jaksa, Alang (57), mengungkapkan pendapat berbeda soal semakin meredupnya gairah wisata di kawasan itu. Menurut dia, banyaknya bisnis kafe yang gulung tikar sekarang ini antara lain dikarenakan kebijakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta melarang para pengunjung memarkirkan kendaraan mereka di badan jalan itu sejak 2015.
“Dua tahun lalu, separuh dari badan jalan di sini masih boleh digunakan untuk lahan parkir mobil. Tapi sejak itu dilarang, (pengunjung) yang datang ke mari malah makin sepi, karena udah enggak bisa markir mobil lagi. Padahal, orang kalau datang ke kafe itu biasanya berombongan atau rame-rame, dan sudah pasti bawa mobil. Jarang sekali ada yang datang ke sini sendirian,”ujar Alang.
Salah satu pemilik warung makan tegal (warteg) di Jalan Jaksa, Ivan (32), mengakui adanya penurunan signifikan kunjungan wisman di kawasan itu. Sekitar dua tahun lalu, warungnya masih acap disinggahi turis-turis asing. Namun, pemandangan semacam itu kini seakan kian langka.
“Dulu, setiap hari selalu ada bule yang makan di sini. Tapi sekarang, dalam seminggu itu belum tentu ada bule yang masuk ke mari (warteg ini),” ucap Ivan. ***
Editor: Ahmad Islamy Jamil