Badan Geologi: Retakan Anak Krakatau Normal, Tak Perlu Dikhawatirkan
Ditanya mengenai kemungkinan retakan Anak Krakatau dapat memicu tsunami susulan di Selat Sunda, dia justru meminta hal tersebut dikonfirmasi ke BMKG. Badan Geologi memastikan, retakan pada Anak Krakatu masuk kategori kecil.
Antonius menegaskan, pada 26 Desember 2018, puncak Anak Krakatau runtuh. Ini menyebabkan ketinggian gunung susut menjadi 110 meter dari sebelumnya 338 meter. Peristiwa ini tidak menyebabkan tsunami.
”Kenapa mereka bersikeras bahwa itu tanggal 22? Wong runtuhnya puncak Anak Krakatau itu pada 26 Desember, itu kan besar banget sampai hujan abu. Tapi tidak ada tsunami. Sekarang ini malah retakan kecil kok dianggap berpeluang tsunami, bagaimana ini?” ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Geologi Rudy Suhendar dalam laman resmi Kementerian ESDM mengungkapkan, hingga Rabu (2/1/2019), berdasarkan hasil evaluasi seismik dan data visual yang dilakukan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terhadap Gunung Anak Krakatau menunjukkan bahwa saat ini masih dalam fase erupsi.
Selain itu masih terekam kegempaan di stasiun seismik di Pulau Sertung berupa gempa-gempa letusan, eembusan, dan tremor menerus dengan amplitudo maksimum dominan 7mm.
Rudi menjelaskan, tidak ada potensi terjadinya tsunami dari aktivitas vulkanik tersebut.