Begini Konstruksi Perkara Kasus Jaksa Pinangki soal Fatwa Djoko Tjandra
JAKARTA, iNews.id - Berkas perkara Jaksa Pinangki Sirna Malasari telah dilimpahkan Kejaksaan Agung (Kejagung) ke Pengadilan Negeri Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (17/9/2020). Berkas tersebut terdiri atas dua kasus yakni dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Djoko Tjandra di Mahkamah Agung (MA) dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Hari Setiyono mengatakan, konstruksi peristiwa berawal pada November 2019. Ketika itu, Pinangki Sirna Malasari bersama Anita Kolopaking dan Andi Irfan Jaya bertemu Djoko Tjandra yang berstatus buron terpidana kasus korupsi cessie Bank Bali di kantornya The Exchange 106 Lingkaran TrX Kuala Lumpur, Malaysia.
"Saat itu, Djoko Tjandra setuju meminta Pinangki dan Anita Kolopaking untuk membantu pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung RI melalui Kejaksaan Agung," katanya dalam keterangan tertulis, di Jakarta, Kamis.
Djoko Tjandra, dia menuturkan, setuju agar pidana dari putusan PK Nomor: 12 PK/Pid.Sus/2009 tertanggal 11 Juni 2009 tidak dapat dieksekusi. Dengan begitu, Djoko dapat kembali ke Indonesia tanpa harus menjalani pidana. Pinangki bersedia membantu jika Djoko Tjandra menyediakan imbalan 1.000.000 Dolar Amerika Serikat (AS).
Hari mengungkapkan, dana akan diserahkan melalui pihak swasta yaitu Andi Irfan Jaya selaku rekan Pinangki sesuai dengan proposal 'Action Plan.' Proposal tersebut dibuat Pinangki dan diserahkan Andi Irfan Jaya kepada Joko Soegiarto Tjandra.
"Selain itu, Djoko Tjandra juga bersepakat untuk memberikan uang sejumlah $ 1.000.000 USD kepada pejabat di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung guna keperluan mengurus permohonan Fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung," ujarnya.
Djoko Tjandra, menurut Hari, memerintahkan adik iparnya yaitu Herriyadi Angga Kusuma (almarhum) untuk memberikan uang kepada Pinangki melalui Andi Irfan Jaya di Jakarta sebesar 500.000 dolar AS sebagai pembayaran Down Payment (DP) 50 persen dari 1 juta dolar AS yang dijanjikan.
Uang Buat Foya-foya
Andi Irfan kemudian memberikan uang 500.000 dolar AS kepada Pinangki. Dari uang tersebut, Pinangki memberikan sebagian kepada Anita yaitu 50.000 dolar AS sebagai pembayaran awal jasa penasihat hukum.
"Sisanya sebesar $ 450.000 USD masih dalam penguasaan Pinangki Sirna namun dalam perjalanannya ternyata rencana yang tertuang dalam 'Action Plan' di atas tidak ada satupun yang terlaksana. Padahal Joko Tjandra telah memberikan DP sejumlah $ 500.000 USD kepada terdakwa PSM melalui Andi Irfan Jaya," tuturnya.
Pada Desember 2019, Hari memaparkan, Joko Tjandra membatalkan 'Action Plan' dengan cara memberikan catatan pada kolom notes dari rencana tersebut dengan tulisan tangan "no". "Perbuatan Pinangki termasuk perbuatan tindak pidana korupsi yaitu pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji terkait pengurusan fatwa ke Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung sehubungan dengan perkara tindak pidana korupsi terpidana Djoko Tjandra dan permufakatan jahat untuk melakukan penyuapan," tuturnya.
Kemudian sisa uang 450.000 Dolar AS yang berada dalam penguasaan Pinangki ditukarkan ke dalam bentuk rupiah melalui sopirnya Sugiarto dan Beni Sastrawan. Dari hasil penukaran tersebut, Pinangki menghabiskannya dengan membeli mobil BMW X-5, pembayaran Dokter Kecantikan di Amerika, Pembayaran sewa Apartemen/Hotel di New York, Amerika.
"Pembayaran dokter home care, pembayaran kartu kredit dan transaksi lain untuk kepentingan pribadi Pinangki serta pembayaran sewa apartemen Essence Darmawangsa dan Apartemen Pakubowono Signature yang menggunakan cash atau tunai USD," ujarnya.
Perbuatan Pinangki tersebut patut diduga sebagai perbuatan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari tindak pidana korupsi. Sejumlah pasal-pasal yang didakwakan Pasal 5 ayat 2 jo Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Editor: Djibril Muhammad