Belajar dari Dua Tragedi Pelayaran
Pemerintah Kabupaten Simalungun akhirnya harus melakukan penelusuran untuk memastikan jumlah dan nama penumpang KM Sinar Bangun. Dari penelusuran itu diketahui bahwa jumlah penumpang KM Sinar Bangun tercatat 188 orang. Data ini diumumkan 1 Juli 2018, diperoleh dari hasil konfirmasi langsung dengan keluarga korban yang anggota keluarganya belum ditemukan dan jumlah korban selamat.
KM Lestari Maju yang akhirnya harus dikandaskan di perairan Selayar, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan, Selasa (3/7) juga melakukan kecerobohan yang nyaris sama. Berlayar dalam kondisi cuaca buruk dengan kelebihan penumpang. Data manifes yang dicatat oleh otoritas Pelabuhan Bira di Bulukumba hanya menyebutkan 139 orang penumpang. Padahal, jumlah korban yang dievakuasi mencapai 189 orang dengan rincian 34 penumpang meninggal dunia dan 155 orang lain selamat.
Agar tragedi seperti ini tidak berulang di kemudian hari, pimpinan DPR mendorong Kementerian Perhubungan untuk membenahi manajemen pada semua pelabuhan. Demi keselamatan, disiplin harus ditegakkan tanpa kompromi. Ketentuan atau teknis persyaratan kapal angkutan penumpang pun harus dipenuhi.
Dari tragedi KM Sinar Bangun, masyarakat bisa melihat bahwa manajemen pelabuhan Simanindo kecolongan. Pertama, hari itu sudah dua kali BMKG mengeluarkan peringatan dini tentang cuaca ekstrem di kawasan Sumatera Utara sebelum berangkatnya KM Sinar Bangun. Peringatan dikeluarkan Kantor BMKG Sumatera Utara pada pukul 11.00 dan 14.00 WIB. Artinya, KM Sinar Bangun seharusnya tidak diizinkan berlayar pada saat itu.
Kedua, ada dugaan KM Sinar Bangun kelebihan muatan pada saat tenggelam. Kapasitas angkutnya hanya 43 orang. Tetapi, pada hari tragedi itu, KM Sinar Bangun diduga mengangkut ratusan penumpang plus puluhan kendaraan roda dua. Di sini terlihat bahwa manajemen pengawasan Pelabuhan Simanindo tidak berfungsi dengan efektif.
Sekali lagi, pelanggaran atau kelalaian manajemen seperti ini cenderung terjadi di banyak pelabuhan kecil. Maka itu, agar tragedi seperti KM Sinar Bangun dan KM Lestari Maju tidak berulang di kemudian hari, Kementerian Perhubungan perlu membenahi manajemen semua pelabuhan. Peraturan harus ditegakkan dan disiplin harus dijalankan tanpa kompromi.
Perubahan iklim yang kadang terasa sangat ekstrem telah mengeskalasi risiko pada sektor angkutan laut. Semua operator angkutan laut atau otoritas pelabuhan harus peduli pada informasi cuaca dari institusi resmi seperi BMKG. Ketika BMKG menyatakan cuaca sedang buruk, otoritas pelabuhan harus berani melarang kapal-kapal motor berlayar.
Pemerintah harus mendorong semua pelabuhan kecil di berbagai pelosok wilayah untuk menerapkan manajemen atau tata kelola yang kekinian (modern). Kementerian Perhubungan perlu memberi wewenang kepada manajemen pelabuhan di daerah-daerah untuk melakukan audit semua moda transportasi laut yang beroperasi di perairan Indonesia. Audit itu hendaknya fokus pada aspek kelaikan kapal, aspek perizinan, dan aspek keselamatan.
Tragedi di sektor angkutan laut tidak boleh terjadi lagi. Apalagi, hanya karena faktor human error. Penyebab tragedi KM Sinar Baru dan KM Lestari Maju sudah lebih dari cukup untuk dijadikan pembelajaran. Sekarang adalah waktu yang tepat untuk melakukan pembenahan tata kelola pada semua pelabuhan kecil di berbagai pelosok.*
*Artikel ini telah tayang di KORAN SINDO
Editor: Zen Teguh