Biografi Fatmawati Soekarno, Penjahit Sang Saka Merah Putih
Selama pendudukan Jepang, Fatmawati menikah dengan Soekarno dan memberikan kontribusi besar bagi kemerdekaan Indonesia. Salah satu perannya yang paling penting adalah menjahit bendera Merah Putih. Setahun setelah pernikahannya, Jepang menjanjikan kemerdekaan untuk Indonesia dan mengizinkan pengibaran bendera nasional. Fatmawati menyadari pentingnya memiliki bendera Merah Putih yang siap untuk dikibarkan. Meskipun sulit, ia berhasil mendapatkan kain merah dan putih dengan bantuan Shimizu.
Dalam buku Berkibarlah Benderaku (2003) karya Bondan Winarno, diceritakan bahwa Fatmawati menjahit bendera Merah Putih sambil meneteskan air mata. Saat itu, Fatmawati sedang menunggu kelahiran Guntur Soekarnoputra, yang memang sudah dekat waktunya untuk lahir. Dalam buku tersebut juga disebutkan bahwa Fatmawati menggunakan mesin jahit Singer yang dioperasikan dengan tangan karena mesin jahit yang menggunakan kaki tidak diperbolehkan mengingat kehamilannya yang sudah mendekati waktu persalinan.
Fatmawati menyelesaikan jahitan bendera Merah Putih berukuran 2x3 meter tersebut dalam dua hari, dan bendera itu pertama kali dikibarkan pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56, Jakarta.
Bendera hasil jahitan tangan Fatmawati kemudian dinamai Sang Saka Merah Putih dan selalu dikibarkan setiap peringatan Kemerdekaan RI hingga 17 Agustus 1968. Kemudian, sejak 1969, Sang Saka Merah Putih disimpan di Istana Merdeka, karena kondisinya sudah rapuh.
Setelah kemerdekaan, Fatmawati tetap mendampingi Soekarno dalam berbagai kegiatan kenegaraan hingga akhirnya hubungan mereka mulai merenggang. Ketika Soekarno memutuskan untuk menikah lagi dengan wanita lain, Fatmawati memilih untuk berpisah dan fokus mengurus anak-anaknya.
Fatmawati meninggal dunia pada 14 Mei 1980 akibat serangan jantung saat berada di Kuala Lumpur, Malaysia. Jenazahnya dimakamkan di Karet Bivak, Jakarta, dan hingga kini dikenang sebagai salah satu tokoh Perempuan yang berjasa dalam sejarah Indonesia.
Fatmawati Soekarno, dengan segala peran dan pengorbanannya, telah mencatatkan namanya dalam sejarah Indonesia sebagai lebih dari sekadar Ibu Negara. Dari masa-masa awal kemerdekaan hingga saat-saat pribadi yang penuh tantangan, dedikasi dan ketabahannya telah membentuk bagian penting dari narasi bangsa ini. Dengan mengenang perjalanan hidupnya, kita menghargai kontribusi luar biasanya dan mengingat warisan yang terus menginspirasi generasi mendatang.
Editor: Muhammad Fida Ul Haq