Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Vaksin TBC AdTB105K Mulai Uji Klinik Fase 1, BPOM Ungkap Faktanya!
Advertisement . Scroll to see content

Cegah Tuberkulosis dan Stunting, BKKBN Berkolaborasi Gelar Pekan TBC Anak

Minggu, 27 Maret 2022 - 09:42:00 WIB
Cegah Tuberkulosis dan Stunting, BKKBN Berkolaborasi Gelar Pekan TBC Anak
BKKBN, IDAI, Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, dan Zero TB Yogyakarta menggelar Pekan TBC Anak dengan berbagai kegiatan, salah satunya berupa skrining TBC. (Foto: dok BKKBN)
Advertisement . Scroll to see content

KULON PROGO, iNews.id – Indonesia tengah dalam kondisi genting! Dengan jumlah kasus 824 ribu dan kematian 93 ribu setiap tahunnya, negara ini menempati peringkat ketiga setelah India dan China dalam hal jumlah penderita penyakit tuberkulosis (TBC).

Data yang merujuk Global TB Report 2021 ini menjadi “alarm” karena setiap jamnya terdapat 11 kematian akibat TBC di Indonesia. TBC merupakan penyakit menular yang menyebabkan masalah kesehatan terbesar kedua di dunia setelah HIV. Tuberkulosis sendiri dapat menyerang bagian tubuh manapun, tetapi yang paling umum adalah infeksi tuberkulosis pada paru-paru.

Penyebaran penyakit ini dapat terjadi melalui percikan air ludah dari pasien TBC, batuk atau bersin orang-orang yang berada di dekat pasien tersebut. Walaupun biasanya menyerang paru-paru, tetapi penyakit ini dapat mengenai tubuh lainnya, seperti sistem saraf pusat, jantung, kelenjar getah bening, dan lainnya.

Seseorang yang menderita TBC harus minum obat secara teratur dan lengkap selama minimal enam bulan. Apabila tidak mendapat pengobatan, maka lebih dari 50 persen orang yang mengidap penyakit ini dapat meninggal. Sementara stunting merupakan masalah gizi yang bersifat kronis yang disebabkan oleh banyak faktor baik dari masalah kesehatan maupun di luar kesehatan dan berlangsung lama.

Stunting berdampak pada gangguan kognitif dan risiko menderita penyakit degeneratif pada usia dewasa. Terjadinya stunting dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain asupan gizi yang tidak adekuat, pola asuh yang salah, kurangnya pemahaman dan kesadaran masyarakat dan adanya penyakit penyerta seperti TBC, penyakit jantung bawaan serta penyakit kronis lainnya.

Dengan demikian, perlu dilakukan tata laksana yang terintegrasi dalam menangani stunting, mulai dari pelacakan kemungkinan penyebab dan faktor-faktor yang mungkin meningkatkan risiko stunting sampai memberikan tata laksana yang komptrehensif diadasarkan pada penyakit penyerta, faktor lingkungan dan lain-lain yang ada pada anak stunting tersebut.

Oleh karena itu, dalam rangka Hari Tuberkulosis Sedunia yang diperingati setiap 24 Maret, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) menggelar Pekan TBC Anak dengan berbagai kegiatan, salah satunya berupa skrining TBC terhadap balita stunting. Kegiatan ini telah dilaksanakan di beberapa daerah, termasuk di Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta, sejak 21 sampai 28 Maret 2022 di beberapa kapanewon.

Kegiatan yang dilaksanakan di Puskemas Pengasih II tersebut merupakan kolaborasi dari Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), IDAI, Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo dan Zero TB Yogyakarta.

“Tuberkulosis  dan stunting masih menjadi masalah kesehatan di Indonesia. Jika dibandingkan dengan balita gizi normal maka balita dengan gizi buruk dan berkategori stunting beresiko lebih tinggi menderita sakit TB. Demiikian juga dengan balita yang menderita TB, dengan masalah gizi yang kronik dan kekebalan yang rentan, potensi stuntingnya juga besar. Balita merupakan kelompok risiko tinggi terinfeksi dan sakit TB. Risiko ini semakin meningkat pada mereka yang kontak erat dengan pasien TBC paru terkonfirmasi bakteriologis,” kata Kepala BKKBN Dr (H.C) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG (K).

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut