Demokrat Kubu Moeldoko: Bandingkan Pak Jokowi dengan AHY Itu Bagai Langit dan Sumur
JAKARTA, iNews.id - Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat (PD) Pimpinan Moeldoko, Saiful Huda Ems mengaku heran dengan pernyataan Wakil Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Partai Demokrat kubu Cikeas, Andi Nurpati. Pernyataan itu menyebutkan 'politik tidak memandang mayor dan jenderal' lantas membandingkan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan Presiden Joko Widodo.
Menurut Saiful, meski bukan jenderal, Jokowi bisa menjadi wali kota, gubernur hingga kemudian Presiden.
"Ini jauh banget membandingkannya, seperti langit dan sumur," ujar pria yang akrab disapa SHE tersebut, Jumat (9/4/2021).
Dia menuturkan, Jokowi sejak kecil ditempa dengan kehidupan yang sulit dan keras. Pernah berpindah-pindah tempat tinggal karena rumah orang tuanya digusur. Dan yang terutama lagi, Jokowi sebelum sukses di karier politik, lahir dari keluarga sederhana, yang selalu menyelesaikan persoalannya dengan usaha sendiri.
"Untuk menjadi Presiden, Pak Jokowi juga memulainya dari bawah, dari tukang kayu sampai jadi pengusaha, lalu jadi wali kota, jadi gubernur hingga jadi Presiden," katanya.
Sementara kalau di Militer itu, pangkatnya Jokowi sudah selesai dari bintang empat mengingat prosesnya untuk menjadi pemimpin yang ditempuh sangat panjang dan lama. Jokowi disebutnya sudah terbiasa merasakan pahit getirnya hidup hingga jiwa leadershipnya tumbuh mendewasa dan matang.
"Pun demikian dengan Pak Moeldoko yang sudah pernah menjadi Pangdam, KASAD, Panglima TNI hingga jadi Kepala Kantor Staf Presiden dan kemudian menjadi Ketua Umum Partai Demokrat. Demikian pula dengan jenjang karier akademis Pak Moeldoko hingga beliau lulus dan menjadi doktor," ucap SHE.
Berbeda jauh dengan AHY yang baru berpangkat Mayor, tapi sudah lari duluan demi mengejar jabatan untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta. tragisnya gagal lagi jadi Gubernur DKI Jakarta.
AHY itu juga anak sulung Presiden keenam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang hidupnya pasti sangat dimanja dan menikmati kekayaan orang tuanya yang berlimpah.
"Makanya ketika AHY menjadi Ketua Umum Partai Demokrat pun dia masih selalu dijagain atau dipapa orang tuanya. Bahkan untuk berorasi pun, AHY selalu disiapin teks agar bisa berorasi mengikuti petunjuk ayahnya yang tertuang pada teks pidato yang dibacanya. Jika tanpa teks, pidato AHY akan ngalor ngidul tidak nyambung seperti bicaranya Vicky Prasetyo dulu itu," tuturnya.
Selain itu kata SHE, AHY juga belum pernah diuji jiwa dan kualitas kepemimpinannya dari tingkat bawah, seperti yang dialami Presiden Jokowi dan Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko. AHY jadi Ketua Umum Partai Demokrat dan ujung-ujung mau nyalon Presiden.
"Itu rumus politik dari mana? Makanya banyak senior Partai Demokrat yang mengatakan, 'AHY itu tidak pernah mendaki, tapi tiba-tiba ada di puncak'. Ini kan bahaya sekali, sangat beresiko bagi masa depan bangsa ini, jika saja nantinya AHY jadi Capres," kata SHE.
Oleh karena itu, dukungan untuk AHY agar bersedia menjadi Calon Gubernur DKI 2024 itu sebenarnya sudah merupakan suatu kehormatan tertinggi baginya. Sebab pihaknya sadar, AHY pantasnya dicalonkan jadi Camat atau Bupati di Pacitan, namun karena pihaknya masih ada belas kasih, maka setuju kalau AHY dicalonkan jadi Calon Gubernur DKI Jakarta 2024.
"Kalau AHY menang ya syukur kalau kalah ya tidak masalah. Karena saat AHY pernah dites untuk maju menjadi Calon Gubernur DKI Jakarta 2017 lalu, meski para pendukungnya di seluruh Indonesia dikerahkan ke Jakarta, toh AHY tetap kalah. Dan pidato ayahnya (SBY) tidak didengar rakyat yang dahulu menjadi pemujanya. Mungkin saja rakyat sudah bangkit kesadarannya hingga tidak mau tertipu untuk ke sekian kali," tuturnya. (Rakhmatulloh)
Editor: Donald Karouw