"Efek Kupu-Kupu" Artificial Intelligence pada Nasib Peradaban
Artefak budaya yang akarnya teknologi komputasi ini, yang pengembangannya marak di tahun 1940-an, dengan Alan Turing sebagai tokoh sentralnya, dikembangkan sebagai sistem yang mampu meniru kecerdasan manusia: belajar, memahami, memprediksi, juga merekomendasikan keputusan. Penyebutannya sebagai artificial intelligence, pertama kali termuat pada proposal yang ditulis John McCarthy, untuk konferensi di Dartmouth musim panas, tahun 1956. Terdapat 3 hal yang berefek besar, penyebab lompatannya. Masing-masing adalah: next-generation computing architecture, access to historical datasets dan advances in deep neural networks. Ketiga hal ini, dikemukakan Janakiram MSV, 2018, dalam "Here Are Three Factors That Accelerate the Rise of Artificial Intelligence".
Faktor pertama adalah arsitektur komputasi generasi mendatang. Pada faktor pertama ini, Janakiram menyebut 3 hal mikro yang mendorong perubahan. Yaitu, GPU yang semula bagian PC gaming dan workstation kelas atas, berperan memungkinkan proses pelatihan machine learning (ML). Berikutnya, Field Programmable Gate Array (FPGA) prosesor yang dapat diprogram dan disesuaikan untuk beban kerja tertentu. Ini juga berperan dalam pelatihan model ML. Yang terakhir, server bare metal untuk menjalankan pekerjaan komputasi berkinerja tinggi di cloud.
Adapun faktor keduanya, akses ke kumpulan data historis. Semula biaya penyimpanan dan akses data mahal. Dengan adanya cloud, akses data yang sebelumnya terbatas dapat leluasa dilakukan dan berbiaya murah. Kumpulan data historis yang besar ini, diperlukan untuk melatih model ML yang dapat akurat memprediksi. Model ML yang dihasilkan, berbanding lurus dengan kualitas dan ukuran datanya. Data berlimpah dengan perangkat komputasi berkinerja tinggi, mengembangkan AI ke generasi berikutnya.
Sedangkan faktor ketiga adalah kemajuan dalam jaringan saraf dalam. Artificial Neural Network (ANN) menggantikan model Traditional Machine Learning (TML), untuk mengembangkan model yang presisi dan akurat. Beberapa kemajuan terbaru dalam visi komputer, merevolusi pemrosesan gambar. Teknik ML yang berkembang, mengubah cara pelatihan dan penerapan model secara fundamental. Ini menghasilkan model yang dapat memprediksi secara akurat, bahkan ketika dilatih dengan data terbatas.
Ketiga faktor di atas senada dikonfirmasi Shion, 2025, dalam "What are the Factors Affecting the Growth of Artificial Intelligence?". Juga Sergey Pomytkin, 2025, dalam "What Factors Will Drive AI Revolution in Next Few Years: Models/algorithms, Hardware Optimization, Architecture and interoperability?" Terdapat keterkaitan tiga faktor di atas, menciptakan efek kupu-kupu pada AI lewat pelipatgandaan kemampuan ML-nya. Berlipatgandanya kapasitas perangkat ML ini, merevolusi kemampuan belajar yang mengubah total wajah AI. Ini dibanding pengembangan awalnya.
Sedangkan efek kupu-kupu yang disebabkan AI, terkemuka dalam "The AI Butterfly Effect: The Force Multiplier That’s Reshaping Customer Service", yang ditulis Michele Carlson, 2025. Pada tulisan itu Carlson menyebut, yang terjadi bukan hanya pergeseran teknologi, melainkan penggandaan kekuatan. Kehadirannya menyebabkan definisi baru cara berbisnis, maupun interaksi bisnis dengan pelanggan. Efek kupu-kupu kompleks yang dipicu oleh inovasi kecil, mendorong transformasi besar-besaran di seluruh industri. Reaksinya berantai, menghadirkan era modernisasi dan kemajuan mutakhir di berbagai industri.