Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Terekam Video Bocah 10 Tahun Diserang Buaya di Kutai Timur, Warga Histeris
Advertisement . Scroll to see content

Empat Kritikan soal Ibu Kota Baru di Kaltim, Nomor 4 Ancaman Nyata

Kamis, 29 Agustus 2019 - 11:41:00 WIB
Empat Kritikan soal Ibu Kota Baru di Kaltim, Nomor 4 Ancaman Nyata
Desain ibu kota baru di Kalimantan Timur (Kaltim). (Foto: Dok PUPR)
Advertisement . Scroll to see content
  • JAKARTA, iNews.id - Jakarta dalam beberapa tahun mendatang tidak lagi menyandang status sebagai Daerah Khusus Ibukota (DKI). Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun sudah mengumumkan sebagian wilayah di Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur akan menjadi lokasi ibu kota baru.

Usai pengumuman yang dilakukan Jokowi pada Senin, 26 Agustus 2019 itu, muncul beragam komentar. Banyak yang mendukung pemindahan ibu kota, tidak sedikit juga yang mengkritik.

Beberapa dari kritikan tersebut menyesalkan langkah pemerintah yang terkesan terburu-buru. Mengingat, pembahasan belum dilakukan antara pemerintah dengan DPR, dalam hal ini terkait aturan, namun sudah diumumkan ke publik.

Belum lagi bicara anggaran pemindahan ibu kota yang terbilang fantastis, bahkan, mungkin bisa membengkak. Bentuk pelibatan atau kerja sama dalam pembangunan infrastruktur ibu kota juga masuk dalam tema kritikan.

Namun, Jokowi mengungkapkan pentingnya ibu kota dipindah saat ini. Beberapa aspek itu adalah menghilangkan beban yang selama ini diemban Jakarta dan Pulau Jawa. Pemindahan ibu kota juga diharapkan dapat menghasilkan pemerataan pembangunan, yang memang selama ini melulu di Pulau Jawa.

"Sebagai pusat pemerintahan, pusat bisnis, pusat keuangan, pusat perdangan dan pusat jasa. dan jauga airport, pelabuhan laut yang terbesar di Indonesia," katanya dalam keterangan persnya di Istana Jakarta, Senin (26/8/2019).

Selain itu, Jokowi menambahkan, beban Pulau Jawa yang semakin berat dengan penduduk yang mencapai 150 juta atau 54 persen dari total penduduk Indonesia. Kondisi itu berbanding lurus dengan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia yang 58 persennya ada di Pulau Jawa.

"Dan Pulau Jawa sebagai sumber ketahanan pangan. Beban ini akan semakin berat apabila ibu kota pindahnya di Pulau Jawa," ujar mantan gubernur DKI Jakarta ini.

Berikut kritikan-kritikan yang muncul usai pemindahan ibu kota ke Kaltim diumumkan seperti dirangkum iNews.id:

1. Cacat Prosedur alias Ilegal

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto menilai pengumuman yang dilakukan pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi, cacat prosedur alias ilegal. Pengumuman tersebut tidak disertai penyerahan aturan terkait ke DPR.

"Memindahkan atau memekarkan kota saja perlu undang-undang. Oleh karena itu, menurut saya ini cacat prosedur. Seharusnya, pemerintah mengajukan dulu RUU pemindahan ibu kota. Artinya pemerintah boleh memindahkan ibu kota tapi dengan syarat itu regulasinya mesti dipenuhi," tutur di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2019).

Politikus Partai Amanat Nasional (PAN) Yandri Susanto. (Foto: iNews.id/Felldy Utama)

Wajar jika kemudian, dia menyebut, pemindahan ibu kota ke Kaltim masih sekadar wacana karena tidak memiliki kekuatan hukum. "Nah, artinya saya memandang pengumuman Pak Jokowi kemarin baru hanya sekadar wacana, belum ada kekuatan hukum, belum legal," ujarnya

Anggota Komisi II DPR, yang membidangi Pemerintahan Dalam Negeri dan Otonomi Daerah itu mengatakan, seharusnya sebelum mengumumkan pemindahan ibu kota, pemerintah menyerahkan terlebih dahulu rancangan undang-undang (RUU).

"Nah, sampai sekarang RUU itu kan belum pernah dibahas, di daerah mana, luasannya berapa, lahan siapa yang dipakai, bangunan atau aset yang ada di Jakarta bagaimana," kata Yandri.

Dia juga meminta pemerintah berpikir kritis terhadap status Kota Jakarta yang nantinya akan ditinggalkan. Menurut dia, Undang-Undang DKI Jakarta sebagai ibu kota negara harus dicabut terlebih dahulu.

2. Anggaran Aneh

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengaku pemerintah belum serius memindahkan ibu kota ke Kaltim. Hal itu terkait anggaran yang 19 persennya diambil dari APBN dan sisanya berasal dari kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) serta investasi langsung swasta dan BUMN.

"Banyak yang aneh di kemauan pemerintah itu termasuk yang paling aneh itu soal anggaran. Tidak boleh kita membangun jantung dari negara itu memakai uang swasta itu mustahil itu. Itu yang saya bilang," katanya di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (27/8/2019).

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah. (Foto: iNews.id/Felldy Utama)

Fahri juga sangsi pemerintah mampu memindahkan ibu kota dengan biaya hampir Rp500 triliun atau Rp466 triliun. Dia memprediksi akan ada pembengkakan anggaran.

"Nah, tiba-tiba pemerintah dengan sebuah surat seolah-olah dia akan punya uang Rp500 triliun. Itu mustahil. Jadi, agak sulit maksudnya itu yang saya mau katakan kepada menteri seharusnya itu dibikin lebih soft sedikit, jangan presiden yang menanggung gitu loh," tuturnya.

Politisi asal Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB) ini menyarankan pemerintah untuk menghitung dengan cermat anggaran pemindahan tersebut. Pemerintah juga harus duduk bersama sejarawan di sana, agar nantinya nilai budaya di sana pun tidak hilng.

"Ini membuat jantung dari republik yang harus dihitung betul itu tata letaknya, sejarahnya, dan konten-konten sosiologi, yang ada di dalamnya harus betul-betul menimbang, mengingat Jakarta sudah menjadi ibu kota lebih dari 70 tahun. Jadi enggak gampang itu ruhnya dicabut itu," ujarnya.


3. Naskah Akademik Power Point

Fahri Hamzah mengaku, pemerintah telah menyerahkan naskah akademik rencana pemindahan ibu kota negara Indonesia ke Kaltim kepada DPR. Namun, naskah itu serupa power point dan gambar sebanyak 157 halaman.

Dalam power point tersebut, dia menyebutkan, pemerintah menjelaskan akan membangun hunian layak di calon wilayah ibu kota baru itu. Namun, gambar yang merepresentasikan hunian itu justru gedung bertingkat seperti hotel bintang lima.

"Saya baca itu ya, mohon maaf, saya baca naskahnya itu naskah ya power point dan gambar-gambarnya itu banyak yang unik-unik lah. Masak disebut membangun hunian yang layak, terus ada gambar kayak hotel dan kamar hotel bintang lima, ini apa kaya pengembang," tutur Fahri di Kompleks Parlemen Senayan, Selasa (27/8/2019).

Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah. (Foto: iNews.id/Ilma de Sabrini)

Politikus asal Sumbawa, NTB, itu menyarankan, jika pemerintah ingin membangun ibu kota negara yang ideal, sebelumnya harus duduk bersama dengan sejarawan di sana. Dengan begitu, kebudayaan di sana tidak tergerus.

"Harusnya itu dimulai dari sejarawan ngomong dulu, di DPR itu didalami, bikin simposium dulu, kajian panggil sejarawan, panggil founding fathers," kata Fahri.

Mantan ketua KAMMI itu menuturkan, presiden memang mempunyai hak ketatanegaraan untuk mengajukan ibu kota baru. Namun, dia menyayangkan sejumlah pembisik Presiden Jokowi yang menganggap remeh rencana pemindahan pusat pemerintahan tersebut.

"Tapi sejatinya yang menjadi penasihat presiden itu, gak boleh begitu. Presiden enggak boleh berbuat salah. Kasihan nanti, presiden kan nanti ini jadi fiksi lain, kan enggak bagus," ujarnya.

4. Terancam Jadi Kota Mati

Kritikan juga keluar dari mulut Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil. Pria yang akrab disapa Kang Emil ini bahkan menyampaikan langsung kritikannya saat dipanggil Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (28/8/2019).

Dalam pertemuan tersebut, pria berlatar belakang arsitek ini menilai, lahan seluas 180 ribu hektare (ha) untuk ibu kota terlalu lalu. Hal itu berpotensi membuatnya menjadi kota mati, terutama pada malam hari.

Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil. (Foto: iNews.id/Wildan Catra Mulia)

Dia mengatakan, rencana pembangunan ibu kota baru hingga ratusan ribu hektare bisa membuat pemindahan ibu kota dianggap gagal. Dia meminta pemerintah belajar dari kesuksesan AS memindahkan ibu kota dari New York ke Washington DC.

"Dari seluruh ibu kota yang dipindah di dalam sejarah perkotaan, yang terbaik itu Washington DC. Orang bisa jalan kaki, malam hari ramai, jam 5 kantor berhenti, kota masih hidup," katanya usai bertemu Presiden Jokowi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (28/8/2019).

Sejumlah negara seperti Brasil, menurut Kang Emil, hingga saat ini dicap gagal saat memindahkan ibu kota dari Rio de Jeneiro ke Brasilia. Dia tidak ingin Bukit Soeharto yang akan menjadi ibu kota pengganti Jakarta bernasib seperti Brasilia.

"Ada ibu kota di Brasil, (yaitu) Brasilia setelah 50 tahun dicap sebagai ibu kota yang tidak berhasil oleh Harvard, New York Times. Jangan sampai kejadian, kita sibuk sekarang dengan cara yang seperti itu, 50 tahun setelahnya mangkrak," tuturnya.

Kondisi Brasilia, kata Kang Emil, bertolak belakang dengan Washington DC. Di ibu kota baru Brasil itu, saat aktivitas pekerjaan warga berhenti, kota itu seperti kota mati pada malam hari.

"Nah jangan sampai kejadian dengan ibu kota baru yang lain (seperti Brasilia), malam hari sepi karena apa? tidak ada tempat ritel, orang juga rumahnya jauh-jauh. Jadi hidup kan di kota bukan hanya urusan kerja tapi percampuran kegiatan kemanusiaan itu harus ada," katanya.

Untuk itu, dia meminta pemerintah meninjau kembali rencana pembangunan ibu kota baru di Kaltim seluas 180 ribu ha. Dia menyebut, luas Washington DC hanya 17 ribu ha.

"Maksimal 30 ribu ha, itu lebih dari cukup, tidak usah 180 ribu ha. Jadi 30 banding 180 kan? Semuanya itu kan ibu kota Amerika itu sudah teruji berabad-abad dan hasilnya dalam teori ilmiah itu ibu kota paling baik," ujar Kang Emil.

Editor: Djibril Muhammad

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut