Fakta Kehidupan Suku Samin di Pedalaman Blora, Lawan Penjajah Belanda Tanpa Kekerasan
JAKARTA, iNews.id - Fakta kehidupan Suku Samin di pedalaman Blora, Jawa Tengah, menarik untuk dicermati. Indonesia memiliki beragam suku dan budaya yang tersebar di setiap daerah. Setiap suku memiliki keunikan tradisi dan budaya masing-masing.
Biasanya suku pedalaman banyak terdapat di luar Jawa, namun ternyata ada satu yang tinggal di perbatasan Jawa Tengah dan Jawa Timur yang mungkin kurang terdengar namanya, yakni Samin.
Di tengah kemajuan zaman saat ini, apalagi di Pulau Jawa, Suku Samin tetap mempertahankan adat dan tradisi. Di sisi lain, suku ini tetap berbaur dengan masyarakat umum.
Jumlah mereka saat ini tidak banyak lagi dan mendiamu kawasan pegunungan Kendeng di perbatasan dua provinsi, yakni Blora, Jawa Tengah, dan Bojonegoro, Jawa Timur.
1. Diambil dari Nama Orang
Suku Samin berawal dari seorang penduduk desa bernama Ki Samin Surosentiko yang lahir di Desa Poso, Kabupaten Blora, Jawa Tengah, pada 1859. Bagi masyarakat sekitar tempat tinggal, Ki Samin dikenal sebagai sosok mulia. Bahkan ada yang menyebutnya sebagai intelektual desa.
Samin juga pemimpin yang dihormati masyarakat setempat. Namun, tidak bagi pemerintah Belanda saat itu. Samin dikenal sebagai penjahat yang sering masuk keluar penjara karena tak patuh aturan penjajah.
2. Ajaran Sedulur Sikep
Saminisme adalah ajaran yang menyebar di kalangan suku ini. Salah satu sikap yang diajarkan adalah Sedulur Sikep. Makna ajaran ini bahwa Suku Samin mengutamakan perlawanan tanpa senjata dan kekerasan.
Akar dari ajaran ini berawal dengan tindakan mereka untuk tidak membayar pajak serta tak mau menaati peraturan dari pemerintah kolonial Belanda sampai ke penjajahan Jepang. Sikap ini seringkali dianggap menjengkelkan, bahkan terkadang masih dirasakan sampai saat ini.
3. Sohaling Ilat
Ajaran lain yang berkembang di antara masyarakat Suku Samin adalah Sohaling Ilat yang bearti gerak lidah. Makna ajaran ini adalah agar tidak berbicara sembarangan, menjaga lidah atau lisan agar tidak mengucapkan kata-kata bohong yang berpotensi menyakiti hati dan perasaan orang lain.
Hal ini berlaku antara satu warga dengan lainnya. Jika tidak ingin disakiti, jangan menyakiti orang lain. Ajaran serupa juga berlaku di setiap aspek kehidupan penduduk setempat.
4. Kebiasaan Jalan Kaki
Masyarakat Suku Samin terbiasa pergi ke berbagai tempat dengan berjalan kaki. Kisah mengungkap, pengalaman orang penduduk suku saat bepergian menuju Rembang. Di tengah jalan, ada bus yang berhenti di dekatnya lalu sang kondektur mengajaknya naik. Orang Samin itu pun naik.
Namun, dia heran mengapa dimintai ongkos oleh kondektur. Karena tidak punya uang, dia diminta turun oleh kondektur di pinggir jalan. Seorang penumpang pun menawari untuk membayarkan ongkos bus, namun orang Samin tersebut menolak dengan mengatakan, lebih baik jalan kaki karena tidak ada yang mengajak bertengkar.
5. Rasa Kemanusiaan yang Tinggi
Suku Samin memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi. Warga suku ini hidup berpencar di banyak desa yang tersebar di sekitar Kabupaten Blora dan beberapa daerah lainnya.
Dalam satu desa, biasanya terdiri dari lima hingga enam kepala keluarga. Masyarakat suku ini memegang prinsip 'Ono niro mergo ningsung, ono ningsung mergo niro' yang artinya 'Saya ada karena kamu, kamu ada karena saya'.
Prinsip ini membuat orang Samin tidak mau menyakiti orang lain. Meski demikian, mereka tidak akan tinggal diam jika hak-haknya diambil.
Editor: Anton Suhartono