FRD, IKOHI dan Kawan’98 Tuntut Presiden Jokowi Selesaikan Kasus Penghilangan Paksa Aktivis 1997-1998
Ketiga, Presiden Jokowi dinilai tampak bersikap tidak netral dalam Pilpres 2024 secara tidak langsung dengan memberikan dukungan politik kepada Capres Prabowo Subianto yang berpasangan dengan putranya sendiri, Gibran Rakabuming Raka, sebagai Cawapres 2024. Dukungan ini dinilai sebuah kemunduran demokrasi karena akan memperkuat politik dinasti dan memperkuat impunitas dari capres yang terlibat dalam kejahatan HAM berat di masa lalu.
Sementara Wakil Ketua Kawan ‘98 Ki Joyo Sardo mengatakan, Presiden Jokowi dinilai telah mencederai janji Nawa Cita dalam program prioritas untuk menyelesaian kasus-kasus HAM.
Dalam visi, misi dan agenda prioritasnya Nawa Cita, agenda HAM dimuat dalam poin 4, bagian 9 serta pada poin 11 huruf (f) yang menyebutkan; "Kami berkomitmen menyelesaikan secara berkeadilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM di masa lalu yang sampai dengan saat ini masih menjadi beban sosial politik bagi bangsa Indonesia seperti; Kerusuhan Mei, Trisakti Semanggi 1 dan 2, Penghilangan Paksa, Talangsari Lampung, Tanjung Priok dan Tragedi 1965."
FRD, IKOHI dan Kawan ‘98 menilai Indonesia dalam suasana kemunduran demokrasi dan presiden yang memprioritaskan politik dinasti keluarganya. Melalui Ombudsman, mereka meminta agar Presiden Jokowi segera menjalankan empat rekomendasi DPR RI 2009 sebelum Pemilu 14 Februari 2024.
Pertama, Presiden membentuk pengadilan HAM ad hoc. Kedua, Presiden serta segenap institusi pemerintah serta pihak-pihak terkait untuk melakukan pencarian terhadap 13 orang yang oleh Komnas HAM masih dinyatakan hilang. Ketiga, merekomendasikan kepada pemerintah untuk merehabilitasi dan memberikan kompensasi terhadap keluarga korban yang hilang. Keempat, merekomendasikan kepada pemerintah untuk segera meratifikasi Konvensi Anti-Penghilangan Paksa, sebagai bentuk komitmen dukungan untuk menghentikan praktik penghilangan paksa.
FRD, IKOHI dan Kawan ‘98 meminta Ombudsman untuk mendesak presiden agar memprioritaskan pelaksanaan pengadilan HAM ad hoc dan pembentukan tim pencarian 13 aktivis yang masih hilang sebelum 14 Februari 2024.
Editor: Maria Christina