Geledah Kantor SPAM PUPR, KPK Amankan Uang Rp800 Juta dan CCTV
JAKARTA, iNews.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengamankan uang sekitar Rp800 juta dan sejumlah dokumen terkait kasus suap proyek pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Tahun Anggaran 2017-2018. Tidak hanya itu sejumlah barang bukti elektronik seperti CCTV (Closed Circuit Television) juga turut disita KPK.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan barang-barang bukti yang disita pihaknya masih relevan dengan kasus ini.
"Penggeledahan di kantor SPAM juga masih terus berjalan sampai malam ini. Sejauh ini diamankan dokumen-dokumrn relevan terkait proyek-proyek penyediaan air minum baik yang dikerjakan WKE (Wijaya Kesuma Emindo) atau TSP (Tasjida Sejahtera Perkasa), barang bukti elektronik berupa CCTV dan uang sekitar Rp800juta," katanya saat dikonfirmasi melalui pesan singkat, Senin (31/12/2018).
Saat ini tim KPK tengah fokus di dua lokasi penggeledahan yaitu kantor PUPR dan kantor PT. Wijaya Kesuma Emindo (WKE). Menurut dia, hal tersebut untuk mencari sejumlah barang bukti lainnya. Mengingat, proyek dalam perkara ini berada di sejumlah lokasi di Indonesia. Sehingga, tim KPK harus melakukan penggeledahan dengan hati-hati.
"Tim terus melakukan penelusuran di dua lokasi tersebut mengingat dugaan luasnya sebaran korupsi di proyek SPAM ini," ujar Febri.
Dalam OTT pada Jumat (28/12/2018) KPK menyita uang Rp3,3 Miliar, 23.000 Dolar Singapura dan 3.000 Dolar Amerika. KPK menduga uang itu terkait perkara dugaan suap kepada pejabat di Kementerian PUPR. Uang tersebut didapatkan KPK dari sejumlah lokasi di Jakarta.
KPK menduga PT. WKE dan PT. TSP selama tahun anggaran 2017-2018 telah memenangkan 12 proyek di sejumlah daerah dengan total nilai Rp429 miliar. Kedua perusahaan itu juga diduga diminta memberi fee sebesar sepuluh persen dari nilai proyek. Hal tersebut terkait dugaan jasa pejabat PUPR yang telah mengatur agar sejumlah lelang proyek dimenangkan kedua perusahan swasta tersebut.
Kasus Suap Pejabat Kementerian PUPR
Dalam kasus ini KPK menetapkan delapan tersangka. Mereka adalah Budi Suharto selaku Direktur Utama PT. Wijaya Kesuma Emindo (WKE), Lily Sundarsih selaku Direktur PT. WKE, Irene Irma selaku selaku Direktur PT. Tasjida Sejahtera Perkasa (TSP), dan Yuliana Enganita Dibyo selaku Direktur PT. TSP yang diduga sebagai pihak pemberi.
Sedangkan yang diduga sebagai penerima adalah Anggiat Partunggul Nahot Simaremare selaku Kepala Satuan Kerja SPAM Strategis atau Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) SPAM Lampung, Meina Woro Kustinah selaku PPKSPAM Katulampa, Teuku Moch Nazar selaku Kepala Satuan Kerja SPAM Darurat, dan Donny Sofyan Arifin selaku PPK SPAM Toba.
KPK menduga Anggiat, Meina, Teuku, dan Donny menerima suap dari proyek pembangunan SPAM di Umbulan 3-Pasuruan, Lampung, Toba 1, dan Katulampa. Tidak hanya itu proyek lainnya yang turut diduga ada dugaan suap adalah proyek pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan daerah bencana di Donggala, Palu, dan Sulawesi tengah. KPK menduga pada anggaran 2017-2018, kedua perusahaan swasta tersebut telah memenangkan 12 proyek dengan senilai Rp429 miliar.
Atas jasanya dalam memuluskan lelang proyek-proyek tersebut, diduga Anggiat menrima Rp850 juta dan 5.000 dolar Amerika, Meina menerima Rp1,42 miliar dan 22.000 dolar Singapura. Kemudian, Teuku menerima Rp2,9 miliar. Sedangkan, Donny menerima 170 juta.
Sebagai pihak yang diduga pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf I) atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal SS ayat (1) ke-l jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sedangkan pihak yang diduga penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf I: atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Editor: Djibril Muhammad