Ini Alasan KPK Jerat Hakim Agung Nonaktif Gazalba Saleh dengan Pasal Gratifikasi-TPPU
 
                 
                JAKARTA, iNews.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Hakim Agung nonaktif Gazalba Saleh (GS), Kamis (30/11/2023). Lembaga antirasuah menjerat tersangka dengan pasal gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, Gazalba menerima uang Rp15 miliar terkait pengkondisian perkara di Mahkamah Agung (MA). Perkara yang dikondisikan Gazalba yakni kasasi terdakwa eks Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo, Rennier Abdul Rahman Latief dan peninjauan kembali dari terpidana Jafar Abdul Gaffar.
 
                                "Setelah itu dari kurun waktu 2017 menjabat sampai terakhir, kita simpulkan uang-uang yang ada dalam bentuk properti, ada rumah ada tanah itu asal uang yang digunakan untuk membeli itu dari perkara-perkara tersebut. Makanya kami gunakan pasal gratifikasi," ujar Asep saat konferensi pers di Gedung KPK, Kamis (30/11/2023) malam.
"Karena banyak sekali (suap yang diterima GS) kita jaring pakai pasal gratifikasi karena bentuknya tadi sudah rumah, jadi tanah, masuknya ke TPPU karena sudah berubah. Karena ada juga ditukar valas dan lain-lain," katanya lagi.
 
                                        Sebelumnya, dalam kurun waktu 2018-2022 Gazalba diduga telah menerima gratifikasi sejumlah Rp15 miliar. Angka tersebut menjadi bukti permulaan awal lembaga antirasuah.
Jumlah uang tersebut kata Asep, Gazalba gunakan untuk membeli sebidang tanah dan bangunan yang berada di Jakarta Timur dan Jakarta Selatan.
 
                                        "Pembelian cash satu unit rumah yang berlokasi di salah satu klaster di wilayah Cibubur, Jakarta Timur dengan harga Rp7,6 miliar. Lalu satu bidang tanah beserta bangunan di wilayah Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan dengan harga Rp5 miliar," kata Asep.
 
                                        Selain pembelian aset, didapati pula adanya penukaran sejumlah uang ke beberapa money changer menggunakan identitas orang lain yang nilainya hingga miliaran rupiah.
"Penerimaan gratifikasi tidak pernah dilaporkan GS pada KPK dalam waktu 30 hari kerja sejak diterima termasuk tidak dicantumkannya aset-aset bernilai ekonomis lainnya dalam LHKPN," ujar Asep.
 
                                        Atas perbuatannya, tersangka disangkakan melanggar Pasal 12B Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Editor: Donald Karouw