Jaksa Agung soal Kasus Korupsi Minyak Pertamina: Bisa-Bisa Hukuman Mati
JAKARTA, iNews.id - Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin membuka peluang menjerat tersangka kasus dugaan korupsi tata kelola minyak Pertamina dengan hukuman mati. Dia mengatakan, penerapan hukuman tergantung pada hasil penyidikan.
"Kita akan lihat dulu bagaimana hasil penyidikan," ujar Burhanuddin di Kantor Kejagung, Jakarta, dikutip Minggu (9/3/2025).
Adapun aturan hukuman mati bagi koruptor tertuang dalam Pasal 2 Ayat (2) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pasal 2 Ayat (2) berbunyi, dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.
Pada bagian penjelasan, disebutkan keadaan tertentu yang dimaksud dalam Pasal 2 Ayat (2) sebagai pemberatan bagi koruptor apabila tindak pidana itu dilakukan saat negara dalam keadaan bahaya, pada saat terjadi bencana alam nasional, residivis, atau saat negara sedang dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Sementara itu, waktu terjadinya dugaan tindak pidana atau tempus delicti kasus korupsi minyak Pertamina yang disidik Kejagung yakni periode 2018-2023. Dengan begitu, para tersangka diduga melakukan perbuatannya pada 2020 ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
Burhanuddin menyatakan, penyidik akan menelusuri perbuatan tersebut dilakukan saat masa Covid-19 atau tidak. Apabila ditemukan alat bukti, maka para tersangka berpeluang dijerat dengan hukuman mati
"Kita akan melihat dulu apakah ada hal-hal yang memberatkan dalam situasi Covid-19 dia (tersangka) melakukan perbuatan itu, dan tentunya ancaman hukumannya akan lebih berat, bahkan dalam kondisi yang demikian bisa-bisa hukuman mati," kata dia.