Kabareskrim Sebut Kasus Karhutla di Indonesia Turun 66 Persen
JAKARTA, iNews.id - Kabareskrim Polri, Komjen Listyo Sigit Prabowo menyebut kasus kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia sepanjang tahun 2020 turun secara signifikan dibanding tahun lalu. Tahun ini, Satuan Tugas (Satgas) Karhutla telah menetapkan 129 orang dan dua korporasi sebagai tersangka.
Sementara tahun 2019, jumlah tersangka karhutla mencapai 365 orang dengan 22 korporasi. Area yang terbakar pada 2019 sebesar 535,84 hektare berbanding 15,70 hektare pada tahun 2020 atau terjadi penurunan 95,59 persen.
Artinya, jika dibandingkan tahun 2019 ke 2020 perkara karhutla mengalami penurunan signifikan hingga 66,13 persen. Tahun 2020 Satgas Karhutla telah menyelesaikan 93 perkara dan 34 lainnya masih dalam proses.
Kabareskrim menyebut penurunan jumlah kasus ini karena dampak dari penegakan hukum tanpa kompromi sehingga memberikan efek jera terhadap pelaku. Selain itu juga karena makin intansifnya patroli.
“Selain penegakan hukum yang tegas, juga dipengaruhi oleh aktifnya Polda jajaran dan stakeholder lainnya melakukan patroli pencegahan Karhutla serta adanya inovasi-inovasi yang dilakukan untuk melakukan pencegahan Karhutla,” kata Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit Prabowo dalam keterangannya, Selasa (15/12/2020).
Menurut Sigit, berbagai upaya pencegahan juga dilakukan pihaknya agar Karhutla tidak terjadi. Misalnya membuat menara pantau untuk mengawasi titik-titik api yang ada di sekitarnya. Lalu membangun kanal air yang berfungsi membatasi meluasnya Karhutla.
Kemudian membuat embung dengan tujuan menampung suplai aliran air hujan serta untuk meningkatkan kualitas air. Selanjutnya melaksanakan monitoring titik panas, melakukan patroli dan gencar melaksanakan sosialisasi.
“Sosialiasai karhutla ditujukan kepada para pengusaha, masyarakat, dan pemerintah daerah,” ujar Sigit.
Di samping itu, Direktorat Tindak Pidana Tertentu (Dittipiter) Bareskrim Polri sebagai leading sektor penegakan hukum juga membangun Geo Spatial Analitic Center (GSAC). GSAC merupakan pusat pelaporan titik panas dan pelaporan wilayah terkait Karhutla dengan menggunakan kecerdasan buatan (artificial intelegence) untuk menganalisa titik panas yang berpotensi sebagai karhutla.
“GSAC terintegrasi dengan sistem yang ada di kementerian/lembaga terkait. GSAC memiliki kemampuan untuk menyajikan informasi kepemilikan lahan, data layer perkiraan cuaca, lahan gambut, lahan moratorium, HTI, HGU, Polda, Polres, Polsek, embung, kanal, dan lainnya,” ucap Sigit.
Sigit menegaskan karhutla memberikan banyak dampak negatif. Berdasarkan catatan World Bank, kerugian negara yang diakibatkan oleh Karhutla sepanjang tahun 2019 mencapai 5,2 miliar Dolar AS atau setara dengan Rp72,95 triliun. Hal ini berimplikasi terhadap penurunan pertumbuhan ekonomi di Indonesia.
Selain berdampak terhadap ekonomi, Karhutla juga menciptakan persepsi negatif global terhadap minyak kelapa sawit asal Indonesia; gangguan kesehatan, kerusakan hutan, terganggunya sistem transportasi, perdagangan, industri hingga pariwisata.
Karhutla di dunia dapat disebabkan oleh faktor alam dan manusia. Sementara para ahli lingkungan hidup di Indonesia menyatakan bahwa karhutla yang terjadi di Indonesia hanya disebabkan oleh faktor manusia.
Hasil riset menunjukkan bahwa pada suhu paling ekstrim sekalipun di Indonesia tetap tidak bisa menjadi pemicu terjadinya Karhutla. Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Istana Negara beberapa waktu lalu menyatakan, 99 persen kebakaran hutan karena ulah manusia, baik karena disengaja ataupun kelalaian.
Editor: Rizal Bomantama