Kaji Program Kartu Prakerja, KPK Temukan 4 Masalah
JAKARTA, iNews.id - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan kajian terkait program Kartu Prakerja dari pemerintah pusat. Hal itu dilakukan KPK sebagai pihak pemantau.
Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata mengatakan lembaga antirasuah tersebut menemukan sejumlah permasalahan dalam empat aspek terkait tata laksana program pelatihan dan pembinaan bagi warga yang belum memiliki keterampilan. Sehingga pemerintah dinilai perlu melakukan perbaikan dalam implementasi program tersebut.
Permasalahan pertama yaitu soal pendaftaran. Alex menuturkan, Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan telah mengompilasikan data pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan sudah disamakan dengan nomor identitas kependudukan (NIK) berjumlah 1,7 juta pekerja terdampak (whitelist).
"Faktanya hanya sebagian kecil dari whitelist ini yang mendaftar secara daring, yaitu hanya 143.000. Sedangkan, sebagian besar peserta yang mendaftar untuk tiga gelombang yaitu 9,4 juta pendaftar bukanlah target yang disasar oleh program ini," ucapnya dalam video conference di Jakarta, Kamis (18/6/2020).
Alex mengatakan penggunaan fitur face recognition untuk kepentingan pengenalan peserta dengan anggaran Rp30,8 miliar tidak efisien. Sedangkan, menurutnya, penggunaan NIK dan keanggotaan BP Jamsostek sudah memadai.
Kedua, soal kerja sama dengan delapan platform digital tidak melalui mekanisme pengadaan barang dan jasa (PBJ) pemerintah. Terdapat konflik kepentingan pada lima dari delapan platform digital dengan lembaga penyedia pelatihan.
"Sebanyak 250 pelatihan dari 1.895 pelatihan yang tersedia merupakan milik lembaga penyedia pelatihan yang memiliki konflik kepentingan dengan platform digital," ucapnya.
Masalah ketiga, Alex menjelaskan kurasi materi pelatihan tidak dilakukan dengan kompetensi yang memadai. Menurut hasil kajian, pelatihan yang memenuhi syarat baik materi maupun penyampaian secara daring hanya 13 persen dari 1.895 pelatihan.
Keempat, terkait metode pelaksanaan program pelatihan secara daring berpotensi fiktif, tidak efektif, serta merugikan keuangan negara. Menurutnya, hal itu dikarenakan metode pelatihan hanya satu arah dan tidak memiliki mekanisme kontrol atas penyelesaian pelatihan yang sesungguhnya oleh peserta.
Atas dasar kajian yang berguna bagi perbaikan teknis pelaksanaan program kartu prakerja, KPK merekomendasikan kepada pemerintah melakukan tujuh hal, yaitu:
1. Peserta yang disasar pada whitelist tidak perlu mendaftar daring melainkan dihubungi manajemen pelaksana sebagai peserta program.
2. Penggunaan NIK sebagai identifikasi peserta sudah memadai, tidak perlu dilakukan penggunaan fitur lain yang mengakibatkan penambahan biaya.
3. Komite agar meminta legal opinion ke JAMDATUN-Kejaksaan Agung RI tentang kerjasama dengan delapan platform digital ini apakah termasuk dalam cakupan PBJ pemerintah.
4. Platform digital tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan lembaga penyedia pelatihan (LPP). Dengan demikian 250 pelatihan yang terindikasi harus dihentikan penyediaannya.
5. Kurasi materi pelatihan dan kelayakannya untuk menentukan apakah dilakukan secara daring, agar melibatkan pihak-pihak yang kompeten dalam area pelatihan serta dituangkan dalam bentuk petunjuk teknis.
6. Materi pelatihan yang teridentifikasi sebagai pelatihan yang gratis melalui jejaring internet, harus dikeluarkan dari daftar pelatihan yang disediakan LPP.
7. Pelaksanaan pelatihan daring harus memiliki mekanisme kontrol agar tidak fiktif, misalnya pelatihan harus interaktif sehingga bisa menjamin peserta yang mengikuti pelatihan mengikuti keseluruhan paket.
Editor: Rizal Bomantama