Kasus Korupsi Bantuan Perumahan di Sumenep Rp109,8 Miliar Naik ke Penyidikan
SURABAYA, iNews.id - Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Timur meningkatkan status kasus korupsi Bantuan Stimulan Perumahan Swadaya (BSPS) di Sumenep tahun 2024 ke penyidikan.
Penyidik telah memeriksa 250 saksi penerima bantuan di Kejaksaan Negeri (Kejari) Sumenep, Islamic Center Sumenep dan pemeriksaan ke beberapa desa. Pemeriksaan juga dilakukan di Kejati Jatim.
Kepala Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Kejati Jatim, Saiful Bahri Siregar mengatakan, pemeriksaan dilakukan terhadap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Kepala Desa, Usaha Dagang/Toko Bangunan, Tenaga Fasilitator Lapangan dan pihak-pihak lainnya.
Pada 7 Juli 2025, Tim Penyelidik Kejati Jatim melaporkan hasil dan melakukan gelar perkara dengan hasil sepakat untuk ditingkatkan ke tahap Penyidikan. Hal ini tertuang dalam surat perintah penyidikan Kepala Kejati Jatim nomor : Print-1052/M.5/Fd.2/07/2025 tanggal 7 Juli 2025 perihal dugaan Tindak Pidana Korupsi Program BSPS di Sumenep tahun 2024.
“Dari hasil penyelidikan tersebut, tim berkesimpulan bahwa ditemukan bukti permulaan yang cukup telah terjadi tindak pidana," kata Saiful Bahri Siregar, Selasa (8/7/2025).
Dia menjelaskan, saat ini, tim penyidik melakukan penggeledahan di enam lokasi rumah pihak-pihak terkait di Sumenep yang diduga menyimpan dokumen atau surat, hasil tindak pidana dan barang bukti elektronik.
Penggeledahan dan penyitaan bertujuan mengamankan surat atau dokumen, barang bukti elektronik untuk tidak dihilangkan. Penggeledahan juga dilakukan di 2 lokasi di Kota Surabaya.
“Pada saat melakukan penggeledahan, kami temukan dokumen yang berhubungan dengan kegiatan BSPS, barang bukti elektronik (handphone, laptop dan rekaman suara) dan hasil tindak pidana,” ujarnya.
Dia mengingatkan agar saksi-saksi yang dipanggil untuk memberikan keterangan di hadapan penyidik untuk kooperatif dan memberikan keterangan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya.
“Jangan terpengaruh dengan bujukan, arahan atau permintaan dari orang-orang tertentu. Jika memberikan keterangan yang tidak benar akan dikenakan pasal 22 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang tipikor,” katanya.
Saiful juga menjelaskan bahwa program BSPS ini menggunakan dana APBN sebesar Rp109,8 miliar. Dana itu untuk rehabilitasi rumah yang tidak layak huni dengan jumlah penerima 5.490 orang. Masing-masing penerima mendapat bantuan Rp20 juta. Rinciannya, Rp17,5 juta untuk membeli bahan dan Rp2,5 juta untuk upah tukang.
“Dari Rp17,5 juta untuk pembelian bahan, ada pemotongan sekitar Rp5 juta. Dari Rp5 juta itu, Rp4 juta untuk pembelian kegiatan dan Rp1 juta untuk biaya administrasi. Rata-rata semua penerima dipotong,” ungkapnya.
Editor: Kastolani Marzuki