Kasus PLTU Riau-1, Jaksa KPK Dakwa Idrus Marham Terima Suap Rp 2,2 M
Direktur PT Samantaka Batubara, Rudy Herlambang sempat mengajukan permohonan proyek PLTU Riau-1 dalam bentuk IPP kepada PT PLN (Persero). Tujuannya adalah agar PT PLN (Persero) memasukkan proyek tersebut ke dalam rencana umum penyediaan tenaga listrik (RUPTL).

Namun, pihak PLN tidak memberikan kabar terkait kelanjutan pengajuan. Atas dasar tersebut Johannes bertemu dengan Setya Novanto (Setnov) yang saat itu selaku ketua DPR sekaligus ketua umum Partai Golkar. Johannes meminta bantuan Setnov agar dikenalkan dengan pihak PLN. Sehingga, pengajuan proyek itu dapat ditindaklanjuti.
Atas permintaan Johannes, Setnov mempertemukannya dengan Eni Maulani Saragih selaku wakil ketia Komisi VII yang membidangi energi.
Setelah pertemuan tersebut, JPU menduga, ada pertemuan lain antara Johannes dengan Eni beserta pihak PLN. Atas jasanya membantu Johannes, terdakwa Eni didakwa JPU menerima suap Rp4,75 miliar.
Jaksa menilai, Idrus Marham mengetahui dalam penyerahan uang miliaran tersebut dari Johannes kepada Eni. Jaksa juga menduga Idrus berperan atas pemberian uang itu untuk pembiayaan musyawarah nasional luar biasa (Munaslub) Partai Golkar.
Bahkan, jaksa juga menyebut Idrus meminta Johannes membiayai suami Eni karena saat itu sedang mengikuti pemilihan kepala daerah (Pilkada). Jaksa menjelaskan permintaan tersebut disampaikan Idrua kepada Johannes melalui pesan singkat Whatsapp yang bertuliskan: "Maaf bang, dinda butuh bantuan untuk kemenangan, sangat berharga bantuan Bang Koco… Tks sebelumnya."
Setelah mendapatkan pesan WhatsApp dari Idrus, Johannes memberikan uang Rp250 juta kepada Eni melalui Tahta
Maharaya. Atas perbuatannya, Idrus didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 jo Pasal 64 ayat 1 KUHP.
Editor: Djibril Muhammad