Kepala Daerah Belum 40 Tahun Jadi Capres-Cawapres, Partai Perindo: MK Jadi Alat Politik
JAKARTA, iNews.id - Ketua DPP Partai Perindo, Yusuf Lakaseng menyebut Mahkamah Konstitusi kini menjadi alat politik. Hal itu usai MK mengabulkan kepala daerah belum berusia 40 tahun bisa menjadi capres dan cawapres.
"MK dulunya dia penjaga konstitusi, sekarang MK seperti masuk dalam lingkaran politik, degradasi menjadi mahkamah keluarga atau alat politik," kata Yusuf dalam Dialog TPWR yang disiarkan di SINDOnews TV, Senin (16/10/2023).
Putusan ini, menurutnya, juga menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat. Karena MK akan dituduh mencoba untuk membuka jalan hadirnya dinasti politik.
"Sepertinya kesimpulan terbenarkan peristiwa ini Pak Jokowi gagal keinginan memperpanjang jabatan, tambah periode, sekarang mewariskan ke anaknya. Jelas kerugian bagi MK karena lihat saja suara publik, kepercayaan ke MK terdegradasi dipresentasikan kepada mahkamah keluarga atau Mahkamah kardus," ucapnya.
Lebih lanjut, kata dia, Partai Perindo meyakini hal ini tidak akan berdampak negatif terhadap citra Ganjar Pranowo yang diusung sebagai capres pada Pilpres 2024. Justru, menurutnya, citra Presiden Jokowi yang akan tergerus karena peristiwa itu.
"Kita ini partai pendukung Pak Jokowi, sayang saja seperti sedang membunuh citra Pak Jokowi sendiri padahal penting. Akan mendelegitimasi, jadinya terdegradasi karena hanya menginginkan putranya capres kalau terbukti," ucapnya.
Dia mengatakan, publik justru akan bersimpati kepada Ganjar Pranowo ke depan. Karena melihat posisi Ganjar yang seolah-olah dikhianati oleh anggota sesama parpolnya sendiri.
"Peristiwa ini enggak ke Pak Ganjar, publik malah kasihan ke Pak Ganjar, sudah dikepung partai banyak, ditambah anak presiden, berarti harus dukung Ganjar," katanya.
"Kita santai dengan situasi ini, kita sekarang memastikan dialah (Ganjar) pemimpin ke depan, kerjanya dijamin lagi, akselerasi pembangunan bisa menjadikan lapangan pekerjaan," tutur Yusuf.
Sebagai informasi, MK mengambulkan permohonan gugatan yang diajukan oleh Almas Tsaqibbirru Re A. Dalam perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 itu, Almas meminta MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai kepala daerah baik tingkat provinsi, kabupaten atau kota.
"Mengambulkan Permohonan Pemohon untuk sebagian," ujar Ketua MK, Anwar Usman dalam sidang pembacaan putusan di gedung MK, Jakarta Pusat, Senin, (16/10/2023).
Dalam konklusinya, Anwar menyatakan Mahkamah berwenang untuk mengadili permohonan a quo. Pemohon dinyatakan memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo.
"Permohonan Pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian," katanya.
Dalam putusannya, Anwar menyatakan Pasal 169 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum soal batas usia Capres Cawapres 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945. Hal itu, apabila tidak dimaknai dengan pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah.
"Pasal 169 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun" bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “berusia | paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah". Sehingga Pasal 169 huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum selengkapnya berbunyi “berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah atau sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah," tutur Anwar.
Anwar pun memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara Republik Indonesia sebagaimana mestinya.
Editor: Rizky Agustian