Kisah Halim Perdanakusuma Serang 3 Wilayah yang Dikuasai Musuh, Bikin Belanda Murka
Pada 29 Juli 1947, Komodor Muda Udara Halim Perdanakusuma mendapat perintah menyusun serangan udara balasan atas agresi militer I Belanda. Serangan itu menyasar tiga kota yang dikuasai Belanda, yaitu Semarang, Salatiga dan Ambarawa.
Serangan ini dinilai berhasil dan membawa nama AURI dikenal. Namun di sisi lain Belanda murka dengan serangan tersebut. Sore harinya keberhasilan tersebut dibayar mahal dengan gugurnya tiga perintis dan pelopor AURI yaitu Komodor Muda Udara A Adisutjipto, Komodor Muda Udara Prof Dr Abdulrahman Saleh, dan Juru Radio Opsir Udara Adisoemarmo Wiryokusumo.
Ketiganya dalam pesawat Dakota VT-CLA yang membawa obat-obatan bantuan dari Palang Merah Malaya di atas langit Maguwo Yogyakarta, ditembak oleh dua pesawat pemburu Kitty Hawk Belanda, Pesawat tersebut jatuh di sekitar desa Tamanan, Kecamatan Banguntapan, dekat Desa Ngoto, Bantul Yogjakarta.
Kemudian Halim Perdanakusuma menggantikan posisi Adisutjipto sebagai Wakil Kepala Staf AURI. Di tengah kesibukannya dalam melaksanakan pengabdian di AURI, pada tanggal 24 Agustus 1947 Halim melaksanakan pernikahan dengan Koesdalina di Madiun. Dua bulan setelah menikah Halim mendapat tugas membangun angkatan udara di Sumatera.
Tugas ini sebagai upaya menghubungkan Pulau Jawa dan Sumatera menembus blokade udara Belanda, serta persiapan sebagai basis perjuangan apabila pangkalan-pangkalan udara di Pulau Jawa dikuasai oleh Belanda. Didampingi oleh Opsir Udara II Iswahjudi, Halim berangkat menuju Sumatera.
Penerbangan dilakukan pada malam hari dengan tujuan negara tetangga untuk mengangkut persenjataan yang telah disiapkan. Dalam usaha mencari bantuan ke luar negeri inilah, bersama opsir udara I Iswahjudi pergi ke Muangthai (Bangkok) pada bulan Desember 1947 menggunakan Pesawat Avro Anson RI-003 dengan penerbang Iswahyudi, dan seorang penumpang bernama Keegan berkebangsaan Australia yang telah menjual pesawat tersebut.