KoDe Inisiatif Desak Revisi UU MD3 Penuhi Keterwakilan Perempuan di Pimpinan DPR
JAKARTA, iNews.id - Persoalan keterwakilan perempuan kembali disinggung dalam revisi Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3). Para wakil rakyat diminta untuk memenuhi kuota keterwakilan perempuan dalam alat kelengkapan dan pimpinan dewan.
Ketua Umum Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Veri Junaidi menuturkan, menyuarakan keterwakilan perempuan saat ini tepat karena bersamaan dengan disetujuinya revisi UU MD3 sebagai usulan inisiatif DPR pada Kamis, 5 September 2019. Revisi tersebut juga harus memperhatikan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 82 Tahun 2014.
"Oleh karena itu, kami menuntut supaya DPR dalam revisi UU MD3 memasukkan putusan MK Nomor 82 Tahun 2014 ini sebagai rujukan dalam revisi UU nantinya," ujarnya di Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (8/9/2019).
Veri menceritakan, saat itu menjadi kuasa hukum Khofifah Indar Parawansa dan Rieke Diah Pitaloka terkait uji materi UU MD3 seputar keterwakilan perempuan. Uji materi itu terkait Pasal 97 ayat 2, 104 ayat 2, 109 ayat 2, 115 ayat 2, 121 ayat 2, 152 ayat 2, dan 158 ayat 2.
"Yang keseluruhannya menegaskan kembali dan dalam putusan MK disebutkan bahwa dalam pimpinan MPR, DPR, DPD dan Alat Kelengkapan DPR itu mesti mengutamakan keterwakilan perempuan dalam alat kelengkapan dari pimpinan DPR," tuturnya.
Pada saat uji materi di MK, Veri menambahkan, pihaknya meminta MK memasukkan frasa "wajib" adanya keterwakilan perempuan dalam alat kelengkapan dari pimpinan DPR. Namun, pada saat itu MK mengambil jalan tengah, dengan memasukka frasa "mengutamakan."
Pada saat itu MK membuat pertimbangan yaitu "Kalau misalnya kami putuskan wajib soal keterwakilan perempuan, pertanyaannya bagaimana kalau tidak ada? karena kalau sudah diputuskan wajib soal keterwakilan perempuan kalau itu tidak dipenuhi maka akan diberikan sanksi hukum jika tidak ada keterwakilan perempuan."
"Oleh karena itu, Mahkamah menunjukan komitmen yang oke, kita tidak putuskan dengan klausul "wajib" tapi mengutamakan yang memiliki derajat lebih tinggi dibanding memperhatikan. Mengutamakan itu dalam artian, itu wajib dalam tanda petik hanya saja ini sebagai klausul antisipatif kalau misalnya nanti tidak ada perempuan," ucap Veri.
Editor: Djibril Muhammad