Kota Terapung Solusi Masalah Lahan di Indonesia? Ini Fakta di Negara Lain
JAKARTA, iNews.id - Kota terapung digadang-gadang bisa menjadi solusi masalah kekurangan lahan tinggal lantaran naiknya permukaan air laut. Seperti diketahui, wilayah Indonesia banyak dikelilingi lautan, sehingga wajar jika ada angan-angan konsep kota terapung di Tanah Air.
Jika ditelusuri, ada sebuah kota dengan konsep terapung di atas laut. Kota itu terletak di Pulau Sedanau, Kabupaten Natuna, Provinsi Kepulauan Riau.
Wilayah di Pulau Sedanau tidak begitu luas. Dari sana, masyarakat bersama Pemerintah Kabupaten Natuna bersama-sama membuat 'daratan' di atas permukaan laut.
Rumah-rumah berdiri kokoh dengan penyangga yang seperti tertanam di air laut Natuna. Hampir 95 persen hunian warga didirikan secara terapung. Perkampungan terapung yang jarang ditemui di wilayah lain tentu menjadi daya tarik tersendiri.
Masih di Kabupaten Natuna, ada kota terapung lain yang berlokasi di Pulang Bunguran Besar yakni Kampung Penagi. Kawasan ini dahulu disebut sebagai pusat perekonomian area kabupaten tersebut.
Konsep kota terapung di Indonesia sudah mulai dipikirkan dengan baik oleh segelintir orang. Seperti misalnya, sekelompok mahasiswa Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) yang beberapa tahun lalu pernah membuat sebuah artikel ilmiah dengan topik terkait kota terapung.
Mereka adalah Puput Wiyono, Rigan Satria Asmara Putra, dan Titis Wahyu Pratiwi, Adapun ide konsep kota terapung yang mereka sebut sebagai 'Surabaya Frishapp' ini berawal dari fakta bahwa laju pertumbuhan penduduk semakin hari kian besar.
Di sisi lain, mereka menilai reklamasi bukanlah solusi terbaik untuk menambah lahan tinggal. Untuk diketahui, reklamasi merupakan suatu pekerjaan atau usaha memanfaatkan kawasan atau lahan yang relatif tidak berguna atau masih kosong dan berair menjadi lahan berguna dengan cara dikeringkan.
Menurut Puput dan kawan-kawan dalam artikel Ilmiah berjudul Surabaya Frishapp: Kota Terapung Masa Depan Dengan Desain Floating Ring Shaped Plate, reklamasi (misalnya saja di kawasan pantai) hanya akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan. Mereka menilai keanekaragaman hayati bisa punah akibat proyek reklamasi.
Untuk itu Puput, Rigan, dan Titis lebih cenderung memihak pada konsep kota terapung. Konsep kota apung yang mereka tawarkan terdiri atas beberapa bagian meliputi top rise, area fluktuatif, town ring, dan badan tumpu.
Masing-masing bagian tersebut punya fungsi tersendiri. Misalnya saja Top Rise sebagai konstruksi baja mutu tinggi untuk mempertahankan posisi sebagai tempat gerak fluktuatif kota ketika pasang surut terjadi.
Namun hingga kini, konsep kota terapung 'Surabaya Frishapp' belum terealisasi.