Kronologi Aksi Intoleransi di Sukabumi, Berawal dari Pemasangan Salib Berujung Perusakan
SUKABUMI, iNews.id – Kronologi aksi intoleransi berujung perusakan rumah yang dijadikan tempat ibadah di Desa Tangkil, Kecamatan Cidahu, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat hingga viral di media sosial. Konflik ini bermula dari kegiatan keagamaan yang dilangsungkan di vila milik Maria Veronica Nina, termasuk pemasangan salib besar di taman belakang rumah.
Informasi dihimpun iNews, rumah tersebut diketahui tidak dihuni secara permanen oleh pemiliknya Nina (70), namun sering digunakan saat liburan atau menerima tamu keluarga. Berdasarkan informasi yang dihimpun, kegiatan keagamaan mulai diketahui warga sejak 17 Februari 2025.
Kegiatan ibadah diprakarsai adik pemilik rumah, Weddy. Setelah tanggal tersebut, aktivitas peribadatan terus berlangsung tanpa pemberitahuan resmi kepada lingkungan setempat.
Menurut Kepala Desa Tangkil, Ijang Sihabudin, warga mulai keberatan sejak pemasangan salib berukuran besar pada 30 April 2025. Keberadaan simbol keagamaan yang mencolok di taman belakang vila memicu perhatian dan protes warga.
“Warga mulai protes sejak pemasangan salib pada bulan April lalu. Mereka juga sudah melaporkan ke RT, MUI desa, dan pemerintah desa. Kami sudah melakukan mediasi dan menanyakan legalitas penggunaan rumah itu sebagai tempat ibadah,” ujar Ijang, Senin (30/6/2025).
Warga juga mempertanyakan perubahan fungsi rumah tersebut. Awalnya dikenal sebagai bekas pabrik pengolahan jagung, rumah itu mendadak digunakan untuk aktivitas keagamaan tanpa izin resmi.
Ketua RT 004/001 Kampung Tangkil, Hendra, mengaku mengetahui keberadaan salib dari video yang beredar di lingkungan pada 30 April 2025. Dia kemudian menyelidiki lebih lanjut setelah masyarakat mengeluh.
Pada 7 Juni 2025, sekitar 130 jemaat menghadiri kegiatan ibadah di rumah tersebut. Hendra mengatakan, kegiatan berlangsung sejak pagi hari dan sempat menggunakan pengeras suara.
“Saya mendapat laporan dari masyarakat yang pulang dari masjid mendengar kegiatan ibadah dengan nyanyian rohani menggunakan pengeras suara di waktu subuh sehingga mengganggu masyarakat sekitar,” katanya.
Meski telah ada teguran dan mediasi sebelumnya, kegiatan ibadah tetap berjalan. Puncaknya terjadi pada 27 Juni 2025, ketika warga membubarkan kegiatan ibadah yang sedang berlangsung dan terjadi perusakan terhadap fasilitas rumah.
“Warga pernah menegur langsung pada 7 Juni lalu, dan kami sempat memediasi. Namun, pengelola tetap melanjutkan kegiatan ibadah meski ada penolakan warga. Hingga pada 27 Juni 2025 terjadi aksi pembubaran kegiatan ibadah oleh warga yang juga berujung pada perusakan,” ujar Ijang.
Pemerintah Desa Tangkil kini sedang berkoordinasi dengan pihak berwenang untuk mencari solusi terbaik. Langkah ini dilakukan agar kejadian serupa tidak menimbulkan konflik berkepanjangan di masyarakat.
Editor: Donald Karouw