Listyo Sigit Ingin Polisi Ngaji Kitab Kuning, Ini Pandangan PBNU dan MUI
JAKARTA, iNews.id - Komjen Pol Listyo Sigit Prabowo berkeinginan agar anggota Polri beragama Islam mengaji kitab kuning. Kebijakan itu sebagai ikhtiar untuk menangkal terorisme.
Keinginan Sigit itu disampaikan saat mengikuti uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test) sebagai calon kapolri di Komisi III DPR, Rabu (20/1/2021). Sigit mengaku saat menjadi kapolda Banten pernah mewajibkan anggotanya untuk mengaji kitab kuning sebagaimana lazim diajarkan di pesantren-pesantren.
"Dulu di Banten kami pernah sampaikan, anggota wajib untuk belajar kitab kuning, karena kami mendapatkan masukan dari ulama-ulama bahwa untuk mencegah berkembangnya terorisme salah satunya adalah dengan belajar kitab kuning," tutur jenderal bintang tiga lulusan Akademi Kepolisian 1991 ini.

Menanggapi gagasan Listyo Sigit, Ketua Harian PBNU Robikin Emhas mengapresiasi. Kebijakan itu akan sangat bagus jika tujuannya agar penegakan hukum yang dilakukan Polri mengacu pada tuntunan agama seperti yang diajarkan dalam kitab kuning.
"Ngaji kitab kuning? Kalau yang dimaksud adalah membekali nilai-nilai agama dengan cara pandang kitab kuning, itu keren agar keadilan menjadi kiblat penegak hukum, ikhlas melaksanakan tugas dan rendah hati bersikap," ujar Robikin dalam cuitannya di akun Twitter @robikinemhas, dikutip, Jumat (22/1/2021).
Robikin mengatakan, dengan penegakan hukum yang adil, tidak ada lagi cerita seseorang kehilangan kambing, namun ketika lapor ke pihak kepolisian, korban tersebut justru merugi karena harus kehilangan biaya yang lebih besar lagi. "Sehingga tak ada sapi melayang karena lapor kambing hilang," katanya, mengibaratkan.
Sementara itu, Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Cholil Nafis mengatakan, belajar kitab kuning bagi polisi harus dimaknai bagaimana kiai yang alim mengajarkan kepada santri yang mengaji, dalam konteks ini polisi sebagai santri, tentang Islam wasathi atau moderat.
Hasil ngaji tersebut kemudian diterapkan oleh polisi sebagai pengayom masyarakat bermitra dengan ulama.
"Kiai yang alim, santri yang ngaji. Kemudian mengajar polisi tentang Islam wasathi kemudian direalisasikan polisi sebagai pengayom masyarakat bermitra dengan ulama. Kitab kuning itu maknanya Islam washati," katanya melalui akun Twitter @cholilnafis.

Menurutnya, belajar kitab kuning bagi polisi harus dipahami sebagai belajar Islam moderat, paham yang moderat. "Jangan sampai di polisinya justru ada radikalisme," kata Cholil Nafis.
Untuk diketahui, kitab kuning merujuk kepada kitab-kitab tradisional tentang pelajaran agama Islam yang diajarkan pada pondok pesantren, mulai fiqh, aqidah, akhlaq, tata bahasa arab (ilmu nahwu dan ilmu sharf), hadits, tafsir, ilmu Alquran, hingga pada ilmu sosial dan kemasyarakatan (mu`amalah).
Kitab kuning kerap juga disebut kitab gundul karena tulisan tidak memiliki harakat (fathah, kasrah, dhammah, sukun, dan sebagainya). Karena itu, untuk dapat membaca kitab kuning diperlukan kemahiran dalam tata bahasa Arab (nahwu dan sharf).
Editor: Zen Teguh