MA Pangkas Hukuman Edhy Prabowo Jadi 5 Tahun karena Bantu Nelayan hingga Timses
JAKARTA, iNews.id - Mahkamah Agung (MA) memotong hukuman penjara bagi mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo menjadi lima tahun dalam perkara suap benih lobster tahun 2020. Pemotongan itu diberikan lantaran Edhy dianggap berkelakuan baik saat menjabat Menteri Kelautan dan Perikanan.
Hukuman ini kembali pada putusan sebelumnya ketika Edhy dijatuhi hukuman 5 tahun penjara di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Hukuman itu kemudian diperberat Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menjadi 9 tahun.
Mantan kader Partai Gerindra ini lalu mengajukan banding di MA. MA menolak kasasi Edhy namun dengan pertimbangan mengenai pidana yang dijatuhkan kepada Terdakwa dan lamanya.
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa Edhy Prabowo tersebut dengan pidana penjara selama 5 tahun dan pidana denda sebesar Rp400 juta. Dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan," bunyi putusan MA Nomor 942 K/Pid.Sus/2022 yang dikutip Senin (13/2/2023).
MA juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Edhy tersebut berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 2 tahun terhitung sejak Terdakwa menyelesaikan menjalani pidana pokok.
"Membebankan kepada Terdakwa tersebut untuk membayar biaya perkara pada tingkat kasasi sebesar Rp2.500,00," bunyi putusan.
Sidang putusan ini dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Sofyan Sitompul dengan anggotanya Gazalba Saleh dan Sinintha Yuliansih Sibarani.
"Bahwa pertimbangan-pertimbangan Judex Facti tersebut tidak sepenuhnya beralasan karena pada faktanya Terdakwa sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan RI sudah bekerja dengan baik dan telah memberi harapan yang besar kepada masyarakat khususnya bagi nelayan," bunyi alasan hakim dalam putusan.
Hakim menilai salah satu tujuan Terdakwa selaku Menteri Kelautan dan Perikanan RI mencabut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor 56 Tahun 2016 tanggal 23 Desember 2016 dan menggantinya dengan Peraturan Menteri Kelauatan dan Perikanan RI (Permen KP-RI) Nomor: 12/PERMEN KP/2020 yaitu adanya semangat untuk memanfaatkan benih bening lobster untuk kesejahteraan masyarakat. Edhy dinilai ingin memberdayakan nelayan dan juga untuk dibudidayakan karena potensi lobster di Indonesia sangat besar.
"Lebih lanjut dalam Permen Nomor 12 tersebut eksportir disyaratkan untuk memperoleh BBL dari nelayan kecil penangkap BBL. Jadi, tampak bahwa Terdakwa selaku Menteri Kelautan dan Perikanan ingin menyejahterakan masyarakat khususnya nelayan kecil. Selanjutnya Terdakwa selalu berusaha untuk membantu masyarakat khususnya konstituennya dan tim suksesnya (timses) dengan memberikan bantuan keuangan," ucap hakim dalam putusan.
Sebagaimana diketahui sebelumnya, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Edhy Prabowo terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK dengan sangkaan menerima suap terkait ekspor benih bening lobster atau benur pada 2020.
Dalam perkara ini, Edhy Prabowo dinyatakan terbukti bersalah menerima suap sekira Rp25,7 miliar dari sejumlah eksportir Benih Bening Lobster (BBL). Salah satunya, uang suap itu berasal dari Pemilik PT Dua Putera Perkasa Pratama (PT DPPP) Suharjito.
Edhy Prabowo menerima suap sejumlah 77.000 dolar AS atau setara Rp1,1 miliar dari Suharjito. Uang suap Rp1,1 miliar dari Suharjito itu diterima Edhy melalui Sekretaris Pribadinya, Amiril Mukminin dan Staf Khususnya, Safri.
Kemudian, Edhy juga diduga menerima uang sejumlah Rp24,6 miliar dari Suharjito dan eksportir lainnya. Uang itu diterima melalui berbagai perantaraan yakni Amiril Mukminin; Staf Pribadi Iis Rosita Dewi, Ainul Faqih; Stafsus Edhy Prabowo, Andreau Misanta Pribadi serta pemilik PT Aero Citra Kargo (ACK), Siswadhi Pranoto Loe.
Sehingga, nilai total keseluruhan uang suap yang diterima Edhy Prabowo dari sejumlah eksportir melalui perantaraan berkisar Rp25,7 miliar.
Editor: Rizal Bomantama