Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Kapolri Bentuk Tim Khusus Usut Kayu Gelondongan di Banjir Sumatera 
Advertisement . Scroll to see content

Mahfud MD Sindir Fenomena Dinasti Politik lewat Rekayasa Hukum: Jorok Kalau Dilakukan

Jumat, 26 Januari 2024 - 15:53:00 WIB
Mahfud MD Sindir Fenomena Dinasti Politik lewat Rekayasa Hukum: Jorok Kalau Dilakukan
Cawapres Nomor Urut 3 Mahfud MD menyoroti fenomena dinasti politik dengan merekayasa hukum. Menurutnya, praktik itu jorok jika dilakukan oleh pemerintah sebesar Indonesia. (Foto: TPN Ganjar-Mahfud)
Advertisement . Scroll to see content

LAMPUNG, iNews.id - Calon Wakil Presiden (Cawapres) Nomor Urut 3 Mahfud MD menyoroti fenomena dinasti politik dengan merekayasa hukum. Menurutnya, praktik tersebut akan menimbulkan masalah jika diterapkan.

“Yang menjadi masalah adalah ketika untuk sebuah kebutuhan dinasti politik akhirnya merekayasa hukum yang berlaku,” ujar Mahfud MD pada acara “Tabrak Prof!” di Bento Kopi, Kota Bandar Lampung, Kamis (25/1/2024) malam.

Pernyataan ini merupakan jawaban Mahfud MD saat ditanya mengenai Mahkamah Konstitusi (MK) yang pernah membatalkan pasal dinasti politik saat gugatan atas Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota atau yang dikenal dengan UU Pilkada.

“Yang jadi masalah kalau untuk memenuhi kebutuhan dinasti politik itu, melakukan rekayasa hukum terhadap hukum yang berlaku, sehingga yang tidak boleh dilakukan, lalu dilakukan menggunakan pendekatan-pendekatan yang kasar,” katanya.

Mahfud mengaku sudah tidak menjabat sebagai ketua MK saat uji materiel UU Pilkada dilakukan. Saat itu, ketua MK dijabat oleh Patrialis Akbar. 

Adakalanya, lanjut dia, dinasti politik itu tidak lagi menjadi objektif untuk kepentingan rakyat. Dijelaskannya, muncul langkah-langkah dari seorang yang menjadi induk dari dinasti politik tersebut untuk melakukan pemenangan atas dinastinya sendiri.

“Itu yang tidak boleh, dan itu sebenarnya jorok kalau dilakukan oleh pemerintah sebesar negara kesatuan Republik Indonesia ini,” ujarnya.

Pada sidang uji materiel UU Pilkada 2015 silam, Pasal 7 huruf r mengatur syarat yang melarang bakal calon kepala daerah memiliki hubungan darah atau perkawinan dengan petahana.

Menurut MK, pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 28 i ayat (2) UUD 1945. Selain itu, MK melihat Pasal 7 huruf r juga memicu rumusan norma baru yang tidak dapat digunakan karena tidak memiliki kepastian hukum.

MK menyadari, dilegalkannya seseorang yang memiliki hubungan darah atau perkawinan dengan kepala daerah dapat membuat politik dinasti. Namun, hal itu tidak dapat dijadikan alasan.

Lantaran ada UUD yang mengatur supaya tidak terjadi diskriminasi, apabila dipaksakan justru terjadi inkonsistusional.

Dalam pasal 7 dijelaskan seseorang yang mempunyai hubungan darah atau konflik kepentingan dengan petahana tidak diperbolehkan maju menjadi pemimpin daerah.

Adapun yang dimaksud 'tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana' adalah tidak memiliki hubungan darah, ikatan perkawinan dan atau garis keturunan satu tingkat lurus ke atas, ke bawah, ke samping dengan petahana yaitu ayah, ibu, mertua, paman, bibi, kakak, adik, ipar, anak, menantu kecuali telah melewati jeda satu kali masa jabatan. 

Editor: Rizky Agustian

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut