Majelis Masyayikh Sebut Pesantren Kini Tak Harus Punya Sekolah Formal
"Sekolahnya tidak harus formal, silabusnya bebas, sistem, jam masuk, dan aturannya juga bebas," katanya.
Oleh karena itu, dia meminta pesantren menunjukkan kembali kualitas pendidikan yang dikenal unggul dalam ilmu-ilmu agama.
Menurut Muhyiddin, isu utamanya saat ini adalah kualitas pendidikan, bukan lagi pengakuan. Saat ini lulusan pesantren bisa melanjutkan pendidikan atau melamar pekerjaan di dengan menggunakan ijazah dari pesantren. "Tentang kualitasnya saat ini sedang dibangun sistem penjaminan mutu oleh Majelis Masyayikh," tutur Muhyiddin.
Sementara itu, Ketua Majelis Masyayikh Kemenag KH Abdul Ghaffar Rozin mengatkaan ini merupakan kesempatan bagi pesantren untuk meningkatkan kualitas semaksimal mungkin. Kualitas pesantren akan mengacu pada Dokumen Sistem Penjaminan Mutu (SPM) Pesantren yang pekan lalu diluncurkan.
Dia menuturkan, Majelis Masyayikh berupaya menerapkan tiga kata kunci dari Undang-Undang Pesantren, yaitu rekognisi, fasilitasi, dan afirmasi. Rekognisi berarti pengakuan dari negara terhadap pesantren, mulai dari kurikulum hingga ijazah lulusannya, agar tidak ada lagi penolakan dari satu pihak kepada alumni pesantren.
"Kami berharap di masa depan, tidak akan ada lagi kasus penolakan terhadap lulusan Ma'had Aly yang ingin melanjutkan pendidikan S2 di perguruan tinggi," ujar Gus Rozin.
Dia menuturkan, fasilitasi sudah menjadi kewajiban pemerintah daerah untuk membantu pesantren dalam hal-hal teknis. Dirinya juga meminta pemerintah dan pemerintah daerah membuat kebijakan yang menguntungkan pesantren secara politis secara aspek afirmasi.
“Maka kami Majelis Masyayikh sedang mengupayakan agar setiap daerah memiliki Perda Pesantren. Dengan demikian ada alasan bagi Pemda untuk memberikan perhatian dan juga APBD kepada pesantren," katanya.
Editor: Rizky Agustian