Masyarakat Adat Blokade Pulau Wayag usai IUP Dicabut, Aktivitas Wisata Raja Ampat Lumpuh
Di sisi lain, suara penolakan terhadap praktik pertambangan nikel di Raja Ampat terus menggema dari berbagai pihak, termasuk organisasi lingkungan nasional dan internasional.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) menjadi salah satu pihak yang paling vokal. Mereka mengibaratkan eksploitasi tambang di Raja Ampat seperti “menjual ginjal untuk membeli ponsel”.
“Pertama, hentikan seluruh aktivitas tambang di Raja Ampat. Kedua, cabut seluruh izin perusahaan tambang. Ketiga, lakukan pemulihan atas kerusakan yang sudah terjadi dan keempat, usut tuntas pihak-pihak yang menerbitkan izin bermasalah,” tegas Direktur WALHI dalam pernyataan resminya.
Di tengah pencabutan izin empat perusahaan, satu perusahaan tambang yakni PT Gaknikel, anak usaha PT Aneka Tambang (Antam), masih diizinkan beroperasi.
Wakil Menteri ESDM, Yulio Tanjung menjelaskan, operasional PT Gaknikel sempat dihentikan sementara untuk proses evaluasi. Namun, hasil investigasi menunjukkan perusahaan tersebut tidak terbukti melanggar prosedur pertambangan, sehingga izinnya tidak dicabut.
“PT Gaknikel tetap bisa beroperasi karena memenuhi seluruh ketentuan yang berlaku,” kata Yulio.
Pemblokadean masih berlangsung dan belum ada kepastian kapan Pulau Wayag akan kembali dibuka. Situasi ini memunculkan dilema besar antara kepentingan lingkungan, hak masyarakat adat, dan keberlanjutan ekonomi berbasis pariwisata.
Editor: Kastolani Marzuki