Memahami Perilaku dan Informasi Tepat sebagai Kunci Pencegahan Covid-19
JAKARTA, iNews.id - Kampanye 3M yang terdiri atas 'Memakai Masker, Menjaga Jarak Aman, dan Mencuci Tangan', merupakan satu paket protokol kesehatan yang sangat diperlukan oleh masyarakat untuk mencegah penularan Covid-19. Imbauan ini perlu dipatuhi dan dijalankan disiplin, mengingat langkah ini rekomendasi dari para ahli dan dokter.
Survei AC Nielsen bekerja sama dengan UNICEF pada 6 kota besar di Indonesia dengan jumlah 2.000 responden mencoba menggali sikap masyarakat terkait praktik pencegahan Covid-19 pada kehidupan sehari-hari.
Menurut survei tersebut, 69,6 persen responden di 6 kota besar di Indonesia mengaitkan Covid-19 dengan aspek negatif seperti, berbahaya, menular, darurat, mematikan, menakutkan, khawatir, wabah, pandemi, dan penyakit.
Meski mayoritas responden mengasosiasikan Covid-19 dengan aspek negatif, namun hal-hal ini bisa mengarahkan perilaku seseorang untuk bertindak positif dalam mencegah penularannya.
“Ketakutan apabila dimanfaatkan dengan benar, kemudian bisa mengarahkan ke arah perilaku yang lebih baik. Karena kalau tidak diolah dengan baik ketakutan ini hanya akan jadi ketakutan saja, tidak menjadi aset untuk mengolah perubahan perilaku,” kata UNICEF Communications Development Specialist, Rizky Ika Syafitri.
Pernyatan Ika disampaikan dalam acara Dialog Produktif bertema Keterlibatan Masyarakat dalam Respon Pandemi COVID-19 yang diselenggarakan Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPCPEN), Rabu (4/11/2020).
Survei juga menemukan perilaku masyarakat terkait 3M secara rill di lapangan menunjukkan 31,5 persen dari seluruh responden melakukan gerakan tersebut secara disiplin. Sebanyak 36 persen dari total jumlah responden melakukan dua dari perilaku 3M. Sementara 23,2 persen melakukan 1 dari perilaku 3M. Hanya 9,3 persen dari responden yang tidak melakukan kepatuhan terhadap 3M sama sekali.
“Apabila kita analisa secara individual, menjaga perilaku jaga jarak (47 persen) lebih rendah daripada memakai masker (71 persen) dan mencuci tangan (72 persen)," kata dia.
Konsultan UNICEF Risang Rimbatmaja menambahkan, khusus untuk jaga jarak, ternyata ada aspek norma sosial yang berperan. Misalnya, kata dia, merasa tidak enak menjauh dari orang lain. Kemudian, orang lain yang mendekat berpikir bahwa semua orang juga tidak menjaga jarak.
Selanjutnya, konsep kesalahan persepsi bahwa orang yang kelihatan sehat, dianggap tidak bisa menularkan penyakit juga menjadi faktor rendahnya penerapan perilaku menjaga jarak di kalangan masyarakat.
“Yang tidak kalah menonjol adalah salah persepsi, saya sehat atau orang lain sehat kenapa harus jaga jarak. Kelihatannya konsep Orang Tanpa Gejala (OTG) masih belum betul-betul berada di benak masyarakat,” ucap Risang.
Perlu bagi masyarakat luas mengetahui konsep OTG, karena masyarakat menjadi merasa tidak perlu menjaga jarak. Apabila masyarakat mengetahui lebih jauh lagi soal cara penularan Covid-19 diyakini masyarakat akan melakukan pencegahan lebih disiplin lagi.
“Tentunya semakin baik pengetahuannya semakin berhubungan dengan perilaku pencegahan penularan COVID-19 yang lebih baik dan disiplin,” kata Rizky.
Kebanyakan responden berpikir bahwa penularan Covid-19 melalui orang yang btuk dan bersin (71 persen). Hanya 23-25 persen responden yang menyebutkan penularan Covid-19 melalui berbicara dan bernapas. Ini menjelaskan, mengapa jaga jarak dianggap tidak terlalu perlu saat berbicara dengan orang lain selama lawan bicara tidak batuk atau bersin.
Untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya perubahan perilaku ini, penting juga untuk mengetahui media penyalurannya yang tepat.
Sumber informasi yang paling dipercayai masyarakat mengenai Covid-19 ini yaitu media massa televisi, diikuti oleh koran, radio, media sosial, WhatsApp Group, pemberitaan media online, dan situs internet.
“Jadi kalau untuk perubahan perilaku, kita cari tahu yang terpercaya. Karena kalau terpercaya asumsinya masyarakat akan mau melakukan perubahan yang dipromosikan," kata Rizky.
Dia menjelaskan, televisi masih menjadi salah satu penyaluran terkuat untuk dimanfaatkan. Yang menarik, kata dia, tokoh masyarakat dan tokoh agama masih didengarkan oleh masyarakat.
Pentingnya edukasi lebih lanjut membantu membentuk kerangka pikir pada masyarakat agar mengubah perilaku pencegahan Covid-19 lebih disiplin lagi.
“Pastikan untuk penanganan Covid-19 masyarakat mengakses sumber-sumber yang bisa dipertanggungjawabkan. Untuk informasi Covid-19 sudah ada website, www.covid19.go.id, yang di dalamnya terdapat fitur hoax buster untuk memastikan informasi tersebut benar atau hoaks,” ujar Rizky .
Editor: Zen Teguh