Mengenal Ritual Sakral Marapu di Sumba, Tradisi Menyimpan dan Makamkan Jenazah
Ketika para Marapu belum turun ke bumi, hubungan antara manusia dan dewa terjalin secara langsung. Namun saat Marapu sudah tinggal di bumi, relasi langsung terputus. Jalinan komunikasi hanya dapat terjadi dengan perantara arwah nenek moyang, yaitu para Marapu yang dipercaya tinggal bersama dewa. Melalui Marapu, manusia dapat memohonkan pertolongan untuk disampaikan kepada dewa, dan melalui Marapu pula dewa mengirim pesan atau jawaban atas permohonan tersebut.
Dalam pengertian ini, kepercayaan Marapu mengultuskan arwah nenek moyang sebagai perantara untuk memuja dewa. Pemujaan terhadap Marapu dianggap dapat membuahkan keselamatan dan sebaliknya, jika Marapu tidak disembah maka akan muncul malapetaka.
Masyarakat menggunakan beberapa benda yang dikeramatkan saat melakukan ritual kepada para Marapu, biasanya terbuat dari emas dan di dalamnya diyakini terdapat roh leluhur. Karena itu, benda ini dianggap sebagai Marapu itu sendiri dan menjadi objek pemujaan. Benda lainnya yang ada dalam ritual adalah perhiasan-perhiasan untuk dipamerkan. Selain benda upacara, ada pula alat upacara, antara lain wadah terbuat dari anyaman daun lontar, tempurung kelapa, periuk tanah, dan lainnya.
Sesaji juga dipersembahkan saat pelaksanaan ritual, biasanya berupa sirih pinang, anak ayam, kambing, dan hewan-hewan besar berkaki empat, seperti sapi, kuda, dan kerbau. Sesaji ini menjadi sarana permohonan kepada para Marapu.
Salah satu upacara dalam konsep Marapu adalah kematian. Terdapat beberapa proses dalam upacara kematian, dimulai dari membangunkan, menguburkan, hingga mengantar ke negeri para leluhur, berikut penjelasannya:
1. Membangunkan
Menurut kepercayaan, mereka yang meninggal akan kembali ke negeri leluhur. Oleh karena itu jenazah harus disimpan dalam kondisi menunduk, menyerupai keadaan saat dalam kandungan. Membangunkan berarti membuat ruhnya kembali di dalam tubuh, sehingga dapat diberi sirih pinang dan makanan. Disiapkan pula hamba pengiring (pahapanggangu), seekor kuda yang dikorbankan yang dagingnya hanya diberikan kepada anjing dan babi, setelah itu penjagaan mayat seraya membunyikan gong siang dan malam sebagai tanda berduka.