Mengenang Mbah Maridjan Si Juru Kunci Merapi, Abdi Dalem Keraton yang Setia
Saat Gunung Merapi dinyatakan berstatus dari siaga menjadi awas, Mbah Maridjan bersikeras menolak untuk mengungsi meski dibujuk berbagai kalangan. Padahal rumahnya hanya berjarak empat kilometer dari puncak Merapi. Sikap keras pada pendiriannya ini dilatarbelakangi sumpah suci yang pernag diucapkannya di hadapan Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Sumpah tersebut sebagai penjaga keselarasan antara alam (Merapi) dengan manusia yang hidup di lerengnya.
Sri Sultan Hamengkubuwono IX diketahui lahir 12 April 1912 dengan nama Gusti Raden Mas Dorodjatun dan wafat pada 2 Oktober 1988.
Mbah Maridjan tetap pada pendiriannnya berdiam diri di rumah meski saat itu puluhan ribu warga yang tinggal berjarak 10 kilometer dari puncak Merapi telah mengungsi.
Gunung Merapi akhirnya memuntahkan awan panas atau dikenal wedhus gembel tidak ada henti-hentinya pada 26 Oktober 2010 pukul 17.02 WIB. Merapi terus mengalami serangkaian erupsi disertai awan panas dan banjir lahar dingin hingga beberapa bulan.
Awan panas saat itu menghanguskan apapun yang dilewatinya. Termasuk kediaman Mbah Maridjan di Dusun Kinahrejo, Cangkringan Sleman.
Keganasan awan panas Merapi merenggut nyawa si juru kunci. Jasad Mbah Maridjan ditemukan oleh tim SAR gabungan dalam posisi bersujud dengan kondisi luka bakar. Awan panas Merapi menyebabkan desa yang ditinggali Mbah Maridjan rusak. Semua hewan hingga tanaman mati. Bangunan yang dilewati awan panas juga hangus hingga tidak ada tanda kehidupan.
Editor: Kurnia Illahi