Menggairahkan Kembali Perumahan Rakyat Pasca-Pandemi
Ir Dicky Setiawan MBA
Dosen Prodi Teknik Lingkungan Universitas Bakrie
PANDEMI Covid-19 selama hampir 2 tahun memicu krisis yang sangat buruk, menghantam hampir semua aspek kehidupan, termasuk dunia properti, terlebih khusus perumahan rakyat. Penyedian perumahan rakyat sangat terpukul sehingga berada dalam posisi hampir stagnan. Kita harus cepat bergerak mengejar ketinggalan.
Saat ini kita sudah ada dalam fase yang mudah-mudahan berada di ujung akhir krisis akibat pandemi Covid, sehingga saat ini adalah waktu yang tepat, kalau tidak bisa dikatakan ketinggalan, dalam mempersiapkan kebangkitan pasca-pandemi. Ada sebuah teori dalam dunia properti yaitu 'proprety clock theory', yakni kondisi dunia properti bisa diibaratkan seperti jarum jam yang selalu berputar, suatu saat berada di bawah untuk kemudian secara bertahap naik mencapai puncaknya lalu turun lagi secara bertahap pula. Berdasarkan teori tersebut, saat ini kondisi perumahan rakyat bisa dikatakan dalam keadaan di titik terendahnya, yaitu di posisi jarum jam menunjukkan angka 6 di property clock, sehingga sudah waktunya untuk menggeliat bergerak secara bertahap menuju posisi ke angka 9.
Untuk penyediaan perumahan murah untuk rakyat, di masa sebelum pandemi, sudah ada beberapa program dan kebijakan yang sudah dan sedang dilaksanakan, salah satunya Fasilitas Likuiditas Pembangunan Perumahan (FLPP) yaitu penyaluran KPR dengan bunga rendah dan tetap. Program ini dimulai pada 2010 yang realisasinya mengalami kenaikan setiap tahun sehingga di 2021 mencapai 178.728 unit (Rp19,57 triliun).
Namun demikian fasilitas ini tetap dirasakan kurang karena permintaannya yang jauh melampaui realisasi. Selain itu, diawali oleh Pemda DKI yang kemudian diikuti secara nasional di beberapa pemda, pemerintah sudah mencoba menerapkan program DP 0 yaitu program KPR tanpa uang muka (Loan to Value 100 persen). Namun demikian program ini kurang begitu populer karena selain program kurang masif dan tidak tersosialisasi dengan baik, DP 0 juga mengakibatkan beban pinjaman yang ditanggung pembeli menjadi besar yang tentunya mengakibatkan beban angsuran yang besar yang cukup memberatkan apabila tidak disertai dengan penambahan tenor (jangka waktu angsuran).
Di samping itu sudah ada juga target yang dicanangkan pemerintah untuk membangun 1 juta rumah layak huni dalam 1 tahun. Namun demikian realisasinya masih jauh panggang dari api karena tidak disertai dengan program-progam stimulus lainnya yang diperparah dengan kondisi krisis akibat pandemi Covid. Tidak ada stimulus tambahan penyediaan tanah, tidak ada stimulus kredit pembangunan untuk pengembang.