Menko PMK: Kemerdekaan Juga Diartikan Bebas dari Kemiskinan
JAKARTA, iNews.id - Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK), Muhadjir Effendy, mengatakan kemerdekaan Indonesia menjadi tonggak bersejarah yang mengingatkan keberhasilan perjuangan terbebas dari belenggu penjajah. Menurut dia, perjuangan saat ini bukan lagi melawan penjajah, namun merdeka dari kemiskinan dan ketimpangan sosial.
“Kemerdekaan juga diartikan sebagai kebebasan dari kemiskinan, sebuah tujuan yang diinginkan oleh banyak individu dan masyarakat,” kata Muhadjir dalam khutbah Jumat di Masjid Baiturrahman, Kompleks Kantor Sekretariat Wakil Presiden (Setwapres), Jakarta, Jumat (18/8/2023).
Dia mengatakan, Alquran menekankan pentingnya umat Islam untuk tidak meninggalkan generasi masa depan yang lemah. Muslim juga diperintahkan untuk meningkatkan kesejahteraan dalam berbagai aspek, termasuk ekonomi, ilmu pengetahuan, teknologi, serta kesehatan fisik dan mental.
“Orang-orang yang kaya bebaskanlah saudara-saudara kalian yang miskin dengan cara-cara yang kalian miliki,” ujarnya.
Lebih lanjut, kata Muhadjir, Islam juga menyeru agar orang-orang miskin terus berupaya mengentaskan diri dari kemiskinan dengan berusaha dan bekerja. Sebab, mengatasi kemiskinan tidak hanya bergantung pada bantuan sosial semata, tetapi harus melibatkan masyarakat dalam mencari rezeki dan membangun ekonomi berkelanjutan.
“Ini kita juga harus hati-hati dalam hal pemberian bantuan sosial dari Pemerintah kepada warga tidak mampu jangan sampai kemudian menciptakan mereka jadi tergantung pada bansos. Jangan sampai sebetulnya mereka masih bisa bekerja produktif, tetapi karena ada yang diharapkan yaitu bansos, mereka menjadi malas atau tidak bekerja,” ujarnya.
Muhadjir menuturkan, saat ini pemerintah terus fokus memberantas kemiskinan, khususnya kemiskinan ekstrem yang ditargetkan mencapai 0 persen pada 2024. Hasilnya, BPS telah merilis penurunan angka kemiskinan ekstrem sebesar 0,62 persen, dari 2,04 persen per Maret 2022 menjadi sebesar 1,12 persen per Maret 2023.
“Tingkat kemiskinan juga turun dari angka 9,75 persen pada September 2022 menjadi 9,36 persen per Maret 2023,” katanya.
Adapun untuk mewujudkan target kemiskinan ekstrem 0 persen pada 2024, menurut Muhadjir, pemerintah salah satunya melalui Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) terus melakukan berbagai terobosan.
“TNP2K telah merumuskan empat sasaran utama untuk menurunkan angka kemiskinan ekstrem hingga di bawah satu persen. Sasaran tersebut meliputi pemulihan ekonomi, stabilitas harga kebutuhan pokok, tingkat akurasi penetapan sasaran yang tinggi, serta kolaborasi dan komplementaritas pelaksanaan program,” kata Muhadjir.
Muhadjir mengungkapkan, di antara negara anggota G-20, Indonesia bersama China dan India menjadi tiga negara yang mampu mempertahankan pertumbuhan ekonominya di atas lima persen. Kendati demikian, dia menyayangkan pertumbuhan ekonomi dan penurunan tingkat kemiskinan tersebut disertai dengan meningkatnya ketimpangan sosial.
“Angka ketimpangan kita sekarang berada di dalam posisi 3,88. Jadi agak ironis angka pertumbuhan ekonominya naik tetapi ketimpangannya juga ikut naik,” kata dia.
Meski pemerintah telah merancang beberapa program untuk mengatasi masalah tersebut, kata dia, tantangan ketimpangan masih terus ada. Dalam situasi ini, penting bagi seluruh pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan tokoh agama, untuk bersatu dan bekerja sama untuk mengurangi kesenjangan sosial yang semakin dalam.
“Mudah-mudahan dalam waktu yang tidak terlalu lama, Indonesia akan bisa keluar dari persoalan-persoalan yang masih membebani umat dan bangsa ini, dengan rida dari Allah SWT,” ujarnya.
Editor: Rizky Agustian