Pitra Romadoni: Usulan Pemakzulan Gibran Tak Berdasar dan Politis!
JAKARTA, iNews.id – Presiden Praktisi Hukum dan Ahli Hukum Indonesia (Petisi Ahli), Pitra Romadoni Nasution, menilai usulan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka sarat kepentingan politik dan tidak memiliki dasar hukum yang kuat. Ia menegaskan, hingga saat ini tidak ada satu pun perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh Gibran selama menjabat sebagai Wakil Presiden Republik Indonesia.
Pitra menilai, pihak yang mengusulkan pemakzulan Gibran ke DPR seharusnya memahami terlebih dahulu mekanisme konstitusional sesuai UUD 1945. Pemakzulan hanya dapat dilakukan jika pengusul bisa membuktikan ada pelanggaran hukum melalui putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap.
"Pihak yang mengusulkan pemakzulan ke DPR RI seharusnya membuktikan terlebih dahulu tuduhannya melalui pengadilan. Tanpa adanya putusan berkekuatan hukum tetap, maka tuduhan itu hanya sekadar opini politik, bukan masalah hukum," kata Pitra, Sabtu (14/6/2025).
Dia juga menanggapi pernyataan Mahfud MD yang sempat menyebut dugaan keterlibatan Gibran dalam fufufafa bisa menjadi alasan kuat untuk pemakzulan. Pitra menyebut pandangan tersebut keliru dan tidak berdasar secara hukum karena tidak berkaitan dengan masa jabatan Gibran sebagai wakil presiden.
"Seumpamanya pun dugaan itu ada, Gibran tidak bisa dimakzulkan. Jabatan wapres melekat pada Gibran setelah dia diambil sumpah sebagai wapres sampai akhir masa jabatan. Perbuatan yang terjadi sebelum menjabat tidak bisa dijadikan dasar hukum untuk pemakzulan,” katanya.
Pitra mengingatkan, Pasal 7A UUD 1945 jelas menyebutkan pemakzulan hanya bisa dilakukan jika presiden atau wapres terbukti melakukan pelanggaran hukum seperti pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela.
Selain itu, Pasal 7B ayat (3) UUD 1945 mengatur usulan pemakzulan dari DPR kepada MK harus didukung oleh minimal dua pertiga anggota dewan yang hadir
Kemudian pada pasal 7B ayat (1) UUD 1945 dijelaskan, usulan pemberhentian hanya dapat diajukan DPR kepada MPR dengan terlebih dulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat DPR bahwa presiden dan atau wapres dimaksud telah melakukan pelanggaran hukum, perbuatan tercela, maupun maupun tidak lagi memenuhi syarat.
Pada pasal 7B ayat (3), disebutkan pengajuan permintaan DPR kepada MK hanya bisa dilakukan jika mendapat dukungan minimal dua per tiga jumlah anggota dewan yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri minimal dua per tiga anggota dewan.
"Jadi, usulan pemakzulan yang beredar itu hanya omon-omon dan angan-angan. Tidak ada dasar hukum maupun putusan pengadilan yang menyatakan Gibran bersalah," ujarnya.
Pitra meminta agar pihak-pihak yang mengusulkan pemakzulan Gibran segera menghentikan tindakan yang bisa menimbulkan kegaduhan publik serta disharmonisasi antara presiden dan wakil presiden.
Editor: Maria Christina