Polemik Caleg Eks Koruptor, Giliran MA Desak MK Segera Putuskan
JAKARTA, iNews.id – Bola panas caleg eks napi korupsi terus bergulir. Mahkamah Agung (MA) yang diharapkan segera memutus judicial review tentang Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 itu kini menunggu putusan uji materi di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kepala Biro Hukum dan Hubungan Masyarakat MA Abdullah mengatakan, keinginan KPU, Bawaslu, dan DKPP agar MA mempercepat putusan tersebut tidak dapat ditindaklanjuti karena Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sedang diajukan permohonan uji materi di MK.
"Dengan adanya permohonan itu (judicial review di MA), kan sudah diproses, sudah diberi nomor (registrasi), cuma berhenti karena UU yang akan dijadikan batu uji masih ada di MK," kata Abdullah saat dihubungi di Jakarta, Kamis (6/9/2018).
Abdullah menuturkan, MA tidak bisa mempercepat putusan kendati sejumlah pihak meminta. Sebab, dalam prosesnya terdapat hukum acara. "Itu kan di hukum acara tidak ada seperti itu. Lebih baik (desakan) dialamatkan kepada MK supaya cepat diputus itu," katanya.
Abdullah menegaskan, jika dasar uji materi Pasal 76 UU Pemilu, tentu saja yang berwenang yakni MK. MA, kata dia, tidak akan melanggar hukum dengan persoalan ini. Artinya, MA pun menunggu putusan MK.
"UU itu kan satu kesatuan yang utuh. Kurang satu ayat pun belum sepaket kan, belum jadi UU. Itu yang akan jadi batu uji," tegas dia.
PKPU 20/2018 kembali memicu polemik setelah Bawaslu meloloskan caleg mantan koruptor ke Pemilu 2019. Keputusan Bawaslu ini tentu saja bertentangan dengan PKPU. KPU menegaskan tidak akan mengeksekusi putusan Bawaslu hingga ada putusan judicial review dari MA.
Karena tidak ada titik temu, persoalan itu akhirnya dibawa ke Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP). Dalam pertemuan pada Rabu (5/9/2018) malam, polemik caleg eks koruptor tetap tak terpecahkan. Baik KPU dan Bawaslu tetap pada argumennya.
Atas dasar itu, ketiga instansi, menyepakati jalan penyelesaian diserahkan pada putusan MA. Hasil judicial review itu nanti yang akan menjadi dasar boleh tidaknya caleg mantan napi korupsi maju pileg.
Abdullah menegaskan, desakan untuk memutus perkara itu tidak tepat diarahkan ke MA. Yang benar justru ke MK. Dia pun tidak mau menanggapi pernyataan yang menyebut MA dapat memutus perkara itu tanpa harus menunggu putusan MK.
"Saya nggak mau memberikan pendapat apa-apa itu kan hukum acara dan sudah diatur UU. Ya sudah pahami saja UU itu," ujarnya.
Editor: Zen Teguh