Get iNews App with new looks!
inews
Advertisement
Aa Text
Share:
Read Next : Puan bakal Tindak Lanjuti Putusan MKD soal Dugaan Pelanggaran Etik Ahmad Sahroni Cs
Advertisement . Scroll to see content

Polemik PPDB, Ketua DPR Dorong Zonasi Dievaluasi dan Pemerataan Jumlah Sekolah

Sabtu, 15 Juli 2023 - 07:14:00 WIB
Polemik PPDB, Ketua DPR Dorong Zonasi Dievaluasi dan Pemerataan Jumlah Sekolah
Ketua DPR Puan Maharani (tengah) menyoroti polemik sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menyusul ditemukannya manipulasi data kependudukan untuk memanfaatkan jalur afirmasi. (Foto: Antara)
Advertisement . Scroll to see content

JAKARTA, iNews.id - Ketua DPR Puan Maharani menyoroti polemik sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menyusul ditemukannya manipulasi data kependudukan untuk memanfaatkan jalur afirmasi. Pemerintah pun diminta melakukan pemerataan sarana dan prasarana fasilitas pendidikan guna mengurangi potensi kecurangan di sistem zonasi.

"Jika dilihat dari satu sisi, kejadian manipulasi data kependudukan ini terjadi akibat jumlah sekolah tidak berbanding lurus dengan jumlah calon peserta didik," kata Puan, Jumat (14/7/2023). 

Setelah adanya berbagai dugaan pungutan liat (pungli) PPDB yang terjadi di Garut, kini ditemukan kasus baru terkait PPDB 2023. Di Kota Bogor, Jawa Barat ditemukan sekitar 300 aduan indikasi manipulasi PPDB, termasuk terkait zonasi dan jalur afirmasi.

Disdik Bogor bahkan mencoret 208 nama siswa yang disinyalir berbuat curang dalam proses penerimaan peserta didik baru jalur zonasi untuk jenjang sekolah menengah pertama (SMP). Ini lantaran mayoritas data kependudukan yang didaftarkan dalam sistem PPDB itu tidak sesuai dengan data di lapangan.

Selain itu, ditemukan pula siswa dari kalangan mampu yang memanipulasi agar bisa diterima di sekolah pilihannya dengan memanfaatkan kuota jalur afirmasi yang merupakan jalur penerimaan siswa untuk anak yang berasal dari kalangan keluarga ekonomi kurang mampu dan anak penyandang disabilitas.

Puan meminta pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Budaya (Kemendikbud) untuk mengevaluasi sistem zonasi. Sementara terkait jalur afirmasi, Kemendikbud diminta untuk melakukan pengawasan ketat.

“Miris sekali dengan ditemukannya banyak manipulasi data kependudukan demi anaknya bisa diterima di sekolah pilihannya. Apalagi sampai ada anak dari keluarga berada membuat surat keterangan tidak mampu untuk mencurangi sistem penerimaan peserta didik,” kata Puan, Sabtu (15/7/2023).

Puan menilai ada yang salah dengan sistem PPDB saat ini. Pasalnya, ada berbagai persoalan yang ditemukan.

“Mestinya harus ada evaluasi menyeluruh untuk mengantisipasi tindakan-tindakan curang, termasuk merajalelanya pungli-pungli di lingkungan pendidikan,” ujarnya.

Dia memahami sistem zonasi bertujuan baik untuk mengatasi ketimpangan, terutama kastanisasi di dunia pendidikan. Kastanisasi yang dimaksud yakni pengkategorian sekolah unggulan atau favorit dengan sekolah nonunggulan.

Sekolah unggulan biasanya berisikan siswa-siswa berprestasi. Sementara sekolah non-unggulan lebih banyak diisi siswa yang memiliki kemampuan rata-rata.

Meski begitu, kendala yang terjadi mengenai sistem zonasi itu adalah kurangnya kuota penerimaan siswa karena sekolah negeri di tiap kecamatan tidak sebanding dengan jumlah peminat. Akibatnya, banyak orang tua yang menghalalkan segala cara supaya anaknya bisa masuk ke sekolah negeri baik dengan pungli, mencurangi sistem, dan melakukan manipulasi. 

"Bila begitu, pekerjaan rumahnya adalah melakukan penambahan jumlah sekolah negeri agar dapat menampung calon peserta didik di tiap zonasi,” ucap Puan. 

Sistem PPDB zonasi juga dimaksudkan untuk mendekatkan jarak antara rumah siswa dan sekolah. Sebelum sistem zonasi diberlakukan, banyak siswa yang rumahnya hanya berjarak beberapa ratus meter dari sekolah unggulan, tetapi harus bersekolah di lokasi yang lebih jauh karena tidak bisa masuk ke sekolah unggulan itu.

Puan mendukung penghapusan kastanisasi sekolah, namun meminta pemerintah menemukan formulasi yang tepat agar sistem zonasi yang sebenarnya dimaksudkan baik tersebut tidak justru malah dijadikan peluang dilakukannya kecurangan.

"Sekolah harus memiliki standar pendidikan yang sama, jadi tidak ada lagi namanya sekolah unggulan atau tidak. Ini merupakan tanggung jawab Pemerintah, dalam menjalankan amanat sesuai undang-undang. Tapi pastikan sistem atau cara yang digunakan benar-benar efektif, dan tidak menimbulkan permasalahan baru. Harus ada pengkajian lebih mendalam,” ujar Puan.

Follow WhatsApp Channel iNews untuk update berita terbaru setiap hari! Follow
iNews.id
iNews Network
Kami membuka kesempatan bagi Anda yang ingin menjadi pebisnis media melalui program iNews.id Network. Klik lebih lanjut