Polri Pakai Pendekatan Baru Tangani Unjuk Rasa, Tiru Inggris
Polri juga menggandeng akademisi, pakar, serta koalisi masyarakat sipil untuk memastikan bahwa pembangunan model baru lebih inklusif dan sesuai prinsip demokrasi. Salah satu fokusnya adalah asesmen terhadap kemampuan psikologis dan evaluatif para komandan, kasatwil, dan kapolres guna memastikan pengambilan keputusan yang proporsional di lapangan.
Selain itu, Polri mencatat sejumlah kendala di lapangan seperti keterbatasan alat dan sumber daya yang berbeda-beda di berbagai wilayah. Temuan tersebut dijadikan dasar penyempurnaan SOP agar lebih responsif dan mengedepankan perlindungan hak berekspresi masyarakat.
Transformasi internal juga sedang berjalan. Bila sebelumnya terdapat 38 tahapan dalam sistem pengendalian massa, Polri kini menyederhanakannya menjadi lima fase utama. Penyederhanaan ini disesuaikan dengan enam tahapan penggunaan kekuatan dalam Perkap No. 1 Tahun 2009 dan standar HAM pada Perkap No. 8 Tahun 2009.
Wakapolri menegaskan pentingnya evaluasi di setiap tahap sebagai bagian dari prinsip akuntabilitas internasional.
“Setiap tindakan dalam lima tahap harus dievaluasi, mulai dari progres hingga dampaknya. Ini sejalan dengan prinsip accountability dalam standar HAM global. Polri harus berani berubah, memperbaiki dan beradaptasi,” katanya.