Profil Sri Sultan Hamengkubuwono X, Pemimpin Visioner Yogyakarta yang Mampu Redam Amarah Pendemo
YOGYAKARTA, iNews.id - Profil Sri Sultan Hamengkubuwono X adalah kisah tentang pemimpin yang menyatukan budaya dan modernitas, religiusitas dan pemerintahan demokratis serta figur yang sigap hadir di tengah krisis sosial sebagai mediator.
Lahir sebagai Bendara Raden Mas (BRM) Herjuno Darpito pada 2 April 1946, ia resmi menjadi Sultan Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sejak 7 Maret 1989 dan menjabat sebagai Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) sejak 1998. Kiprah beliau mencerminkan harmoni antara warisan tradisi dan perkembangan masa kini.
Herjuno Darpito tumbuh dalam keraton Yogyakarta, dibekali dengan pendidikan hukum di Universitas Gadjah Mada. Ia kemudian mendapatkan gelar Kanjeng Gusti Pangeran Harya Mangkubumi sebagai putra mahkota, dan kemudian KGPAA Hamengku Negara Sudibyo Rajaputra, sebagai legitimasi adat untuk penerus takhta. Pada tahun 1989, setelah wafatnya Sultan Hamengkubuwono IX, beliau dinobatkan menjadi Sultan ke-10, sekaligus mengemban peran ganda sebagai raja dan gubernur DIY.
Sebagai tokoh sentral, Sultan HB X dikenal visioner—menyeimbangkan pelestarian budaya Jawa seperti Garebeg dan Sekaten, dengan pengembangan sektor pariwisata, kreativitas, dan UMKM. Beliau menjadi simbol keseimbangan antara tradisi dan modernitas dalam kebijakan pemerintahan.
Pada Jumat malam, 29 Agustus 2025, saat protes memuncak di depan Mapolda DIY akibat meninggalnya driver ojek online Affan Kurniawan, Sri Sultan turun langsung ke tengah situasi genting tersebut. Ia tiba sekitar pukul 22.30 WIB tanpa pengawalan khusus, bahkan melewati massa yang memenuhi Ring Road Utara. Kehadirannya mencerminkan ketenangan dan kesediaan untuk menghadapi krisis secara langsung.
Ia pun menemui perwakilan massa sekitar pukul 01.10 WIB pada Sabtu dini hari. Dalam dialog tersebut, Sultan menyatakan keprihatinannya atas kekerasan dalam demokrasi serta duka atas wafatnya Affan Kurniawan. Ia menegaskan pentingnya demokrasi yang dijalankan dengan baik, tanpa harus memakan korban, serta mengingatkan bahwa Yogyakarta adalah pusat pendidikan yang menjunjung tinggi hak masyarakat.