Puluhan Mahasiswa Bacakan Sumpah Pemuda 2.0, Suarakan Pergerakan Melawan Politik Dinasti
Menjelang Pemilu 2024, kami pun terus dipertontonkan dengan pemberangusan ruang-ruang sipil dan matinya konsepsi negara hukum.
Pemufakatan jahat para elit politik dan lembaga peradilan membuktikan bahwa kini kita bukan lagi negara hukum, melainkan negara kekuasaan, Hukum diubah semulus mungkin untuk melanggengkan kekuasaan juga keluarga dan kekuasaan dipakai untuk mengubah hukum dengan seenaknya. Masyarakat kritis di ruang-ruang sipil yang menyampaikan nalar kritisnya pun tak jarang dihadiahi dengan intimidasi, represi, dan kekerasan yang tiada habisnya oleh alat-alat negara.
Kami sedih, kami terpukul, kami jengah, dan kami marah. Indonesia semakin jauh dari harapan kami semua. Konstitusi yang kami harapkan jadi gerbang baiknya masa depan kami kini diinjak-injak.
Demokrasi yang kami harapkan menjadi jaminan rakyat berpartisipasi kini dirusak-rusak. Semua pemuda di seluruh tanah air kini tak pantas lagi untuk diam, kita semua harus dengan berisik bersuara, bergerak, dan melawan!
95 tahun yang lalu, para pemuda dari berbagai simpul dan latar belakang telah bersumpah untuk menemukan dan mendirikan embrio Indonesia. Lewat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928, persatuan telah tercipta di kalangan pemuda untuk ikut memperjuangkan dan mendirikan Indonesia kita bersama.
Kami tentu tak mau perjuangan itu sia-sia. Mulai hari ini, pemuda di seluruh pelosok Indonesia kembali akan bersumpah. Kami akan berjanji melakukan segala cara dan upaya demi tegaknya demokrasi, konstitusi, supremasi hukum, dan cerahnya masa depan bangsa.
Kami pun akan sekuat tenaga menolak penyesatan narasi dan pembodohan publik tentang jadi baiknya partisipasi anak muda oleh karena Putusan MK kemarin dan bangkitnya politik dinasti. Bagi kami, muda bukan sekadar angka dan usia, tapi soal keberpihakan yang jelas akan anak muda dan masa depan.
Setelah pembacaan ikrar deklarasi Sumpah Pemuda 2.0, para generasi muda tersebut kemudian mengangkat jagung bersama-sama.
Jagung muda itu memiliki makna dan simbolisasi bahwa demokrasi Indonesia yang baru seumur jagung pasca-era reformasi 1998 dirusak oleh dinasti politik Jokowi yang saat ini berkuasa dengan berbagai cara untuk melanggengkan kekuasaan.
Editor: Faieq Hidayat